Teruntuk
calon kekasih pertamaku,
Aku
ingin berbicara cinta yang menjelma bagai dunia yang menakutkan, aku takut
tersesat dan tak tahu harus mengadu kemana. Aku takut pada penghianatan yang
sewaktu-waktu bisa terjadi, aku takut pada perceraian jika kita telah menikah
nanti. Aku tahu pikiranku terlalu jauh akan itu, tapi sungguh ini sangat
menghantui pikiranku, serasa ketakutanku berhasil menguasai pikiran setiap tigaribu
enamratus detik setiap waktunya dan terus berputar hingga sekarang.
Aku
pernah bermimpi, kelak kau akan datang menyapa hati yang terselimuti oleh
mendung kegalauan, kembali memberi warna selain warna pelangi yang biasa ku
lihat menghiasi langit kala hujan telah pergi setelah ia menyapa. Kelak jika
Tuhan telah ijinkan kita bertemu, aku harap itu semua terjadi.
Jika
suatu saat dunia mengamini kita, aku bermimpi kau berlutut di hadapanku,
menyatakan segalanya tentang kesenanganmu padaku selama kita berkenalan. Sesekali
kau tatap aku dengan mata yang sesak akan cinta, dan seketika itu pula bibirku
bungkam seakan merasa kau perdaya. Calon kekasih pertamaku, entah mengapa
hadirmu sangat ku damba dalam hitungan detik dan tarikan nafasku setiap
saatnya, aku sering berkhayal terlalu jauh dalam imajinasi yang tak terbatas
dalam pikirku.
Kelak
jika suatu saat aku telah menjadi kekasihmu, akan kupastikan hidupku tak akan
sesepi yang terdahulu. Setiap paginya sebelum mentari menyapa bumi pertiwi,
pesan singkat darimu akan selalu menyapaku dengan kata “selamat pagi sayangku” .
kau tahu apa yang akan kulakukan sesaat setelah aku membaca sapaanmu itu? Mungkin
aku akan loncat kegirangan, mungkin hal ini biasa bagi wanita lainnya, namun
bagiku ini tetap bagian dari indahnya jatuh cinta pertama pada kekasih
pertamaku.
Itu
impianku di pagi harinya, kelak ketika siang menyapa, matahari tepat terpatri
di atas ubun-ubunku, aku merasa kegerahan akan itu, tapi tahukah kamu ketika
itu mungkin saja kau akan kembali mengatakan “jangan lupa makan, sayang”. Panasnya
mentari seolah berbalik menjadi dinginnya salju di negeri paman sam jika musim
salju sedang hinggap di daratan negara itu, kau bisa bayangkan betapa satu
perhatianmu saja bisa mengubah aku menjadi wanita yang paling bahagia.
Aku
telah lelah menyongsong pagi hingga soreku dengan aktivitas yang biasa
kulakukan. Dan tepat ketika rembulan menyapa malam, kau kembali meyapa “istirahatlah
sayang”. Sungguh sederhana, aku merasakan letihku hilang seketika.
Aku
membayangkan calon kekasih pertamaku begitu perhatian, dan kuharap rasa
sayangnya takkan pernah kikis sepanjang Tuhan memutuskan kita berjodoh bahkan
hingga salah satu dari kita akan di panggil-nya.
Jika
waktu senggang datang, kau mengajakku untuk mengitari kota cinta kita, duduk
dibibir pantai dan sengaja menunggu senja datang menyapa, dan kau menyanyikan
lagu untukku. Calon kekasih, tahukah
kamu bahwa aku begitu memimpikan calon kekasih yang pandai bernyanyi dan
memberikan sesuatu hal yang romantis, aku sangat berharap itu!
Kelak
jika ternyata tulang rusukmu yang hilang itu ternyata adalah aku, dengan
sepenuh hati aku akan mencintaimu dengan setulus-tulusnya cintaku, ketika itu
kamu datang menghadap ibu dan ayahku, meminta agar mereka sudi merelakan
bidadarinya untuk hidup bersamamu dan itu adalah aku. Dan kelak ketika itu kau
telah mapan iman, hati, dan harta dalam meminangku, kau ajak aku bahagia sepanjang
dunia masih ijinkan kita menikmati udara dengan leluasa. Jika di hari
pernikahan kita nanti, kau akan memasang senyum yang sangat bahagia, akupun
demikian. Ketika ijab Kabul, kau dengan lantang mengucapkan namaku untuk kau
nikahi dan mendampingimu hingga bintang tak berkelip lagi. Ketika penghulu
mengatakan “sah” buliran air mata itu akan menggantung di pipiku, kau tahu aku
sangat terharu mendengar keseriusanmu dalam meminangku. Setelah itu mungkin kau
akan mencium keningku dan seraya berkata “semoga kamu bisa menjadi istri yang
mendampingiku dalam keadaan apapun” dan aku hanya bisa mencium tanganmu sebagai
tugas pertamaku sebagai istrimu.
Setelah
itu, kita mulai membangun rumah tangga kita, aku sebagai nyonya dan kamu
sebagai tuan. aku mulai mengatur-ngaturmu, menyuruhmu ini dan itu, angkat ini
dan itu. Dan aku harap kamu tak marah akan itu. Setiap pagi, kau akan temui aku
di dapur, dan ketika malam kau akan temui aku di atas peristirahatan kita
berdua. Aku akan menjadi seorang guru, yang sebagian waktuku untuk mengabdi
pada muridku, dan kelak aku berharap pekerjaanmu berada di atasku, aku tahu
setiap pulang kantor kamu akan merasakan letih yang memuncak, aku tak punya
banyak waktu untuk merapikan rumah kita, mungkin kau akan marah jika pakaianmu
lupa akau cuci ataupun sepatumu lupa aku semir, tapi jangan terlalu memarahiku
akan itu suamiku, aku tahu rasa cintamu lebih besar dari rasa marahmu. Mungkin berselang
beberapa tahun setelah kita menikah, Tuhan mempercayai kita untuk diberikan
anak. Aku merasa selalu diperhatikan olehmu saat itu, aku mual dan kamu selalu
berkata”kamu yang sabar, istriku”. Tahukah kamu ini merupakan bahagia yang
memberiku arti kasih sayang yang besar. Kau begitu sabar menghadapiku ketika
marahku tak jelas padamu. Dan kelak ketika anak kita lahir nanti, aku
menggenggam tanganmu di ruang persalinan, mungkin saat itu kau akan merasakan
sakit akan itu, akupun juga sedang berjuang untuk bahagia kita saat itu. Dan suara
tangisan malaikat kecil kitapun membuat ramai seisi ruangan, kau senandungkan azan
ditelinganya. Aku pada saat itu seakan sedang melewati perjuangan hidup atau
mati. Melahirkan tak begitu menakutkan, suamiku. Setelah itu kau begitu hangat
mengelus kepalaku dan membisikkanku kata “terima kasih untuk semuanya, tugasmu
sebagai wanita telah kau jalankan dengan sempurna, aku bahagia menjadi suamimu”.
Sungguh indah impianku, dan kuharap kau bisa seperti itu.
Calon kekasih
pertamaku, kau tahu ternyata cinta tak begitu menakutkan seperti bayanganku
setiap saat, ternyata memiliki kekasih tak seburuk apa yang aku pikirkan, ku
harap kau segera datang untuk mewujudkan mimpiku ini, aku menunggumu !
JATUH CINTA TAK SEBURUK APA YANG TERBAYANGKAN