Kamis, 17 April 2014

Surat Untuk Kekasih Pertama

Teruntuk calon kekasih pertamaku,

Aku ingin berbicara cinta yang menjelma bagai dunia yang menakutkan, aku takut tersesat dan tak tahu harus mengadu kemana. Aku takut pada penghianatan yang sewaktu-waktu bisa terjadi, aku takut pada perceraian jika kita telah menikah nanti. Aku tahu pikiranku terlalu jauh akan itu, tapi sungguh ini sangat menghantui pikiranku, serasa ketakutanku berhasil menguasai pikiran setiap tigaribu enamratus detik setiap waktunya dan terus berputar hingga sekarang.

Aku pernah bermimpi, kelak kau akan datang menyapa hati yang terselimuti oleh mendung kegalauan, kembali memberi warna selain warna pelangi yang biasa ku lihat menghiasi langit kala hujan telah pergi setelah ia menyapa. Kelak jika Tuhan telah ijinkan kita bertemu, aku harap itu semua terjadi.
Jika suatu saat dunia mengamini kita, aku bermimpi kau berlutut di hadapanku, menyatakan segalanya tentang kesenanganmu padaku selama kita berkenalan. Sesekali kau tatap aku dengan mata yang sesak akan cinta, dan seketika itu pula bibirku bungkam seakan merasa kau perdaya. Calon kekasih pertamaku, entah mengapa hadirmu sangat ku damba dalam hitungan detik dan tarikan nafasku setiap saatnya, aku sering berkhayal terlalu jauh dalam imajinasi yang tak terbatas dalam pikirku.

Kelak jika suatu saat aku telah menjadi kekasihmu, akan kupastikan hidupku tak akan sesepi yang terdahulu. Setiap paginya sebelum mentari menyapa bumi pertiwi, pesan singkat darimu akan selalu menyapaku dengan kata “selamat pagi sayangku” . kau tahu apa yang akan kulakukan sesaat setelah aku membaca sapaanmu itu? Mungkin aku akan loncat kegirangan, mungkin hal ini biasa bagi wanita lainnya, namun bagiku ini tetap bagian dari indahnya jatuh cinta pertama pada kekasih pertamaku.

Itu impianku di pagi harinya, kelak ketika siang menyapa, matahari tepat terpatri di atas ubun-ubunku, aku merasa kegerahan akan itu, tapi tahukah kamu ketika itu mungkin saja kau akan kembali mengatakan “jangan lupa makan, sayang”. Panasnya mentari seolah berbalik menjadi dinginnya salju di negeri paman sam jika musim salju sedang hinggap di daratan negara itu, kau bisa bayangkan betapa satu perhatianmu saja bisa mengubah aku menjadi wanita yang paling bahagia.

Aku telah lelah menyongsong pagi hingga soreku dengan aktivitas yang biasa kulakukan. Dan tepat ketika rembulan menyapa malam, kau kembali meyapa “istirahatlah sayang”. Sungguh sederhana, aku merasakan letihku hilang seketika.

Aku membayangkan calon kekasih pertamaku begitu perhatian, dan kuharap rasa sayangnya takkan pernah kikis sepanjang Tuhan memutuskan kita berjodoh bahkan hingga salah satu dari kita akan di panggil-nya.
Jika waktu senggang datang, kau mengajakku untuk mengitari kota cinta kita, duduk dibibir pantai dan sengaja menunggu senja datang menyapa, dan kau menyanyikan lagu untukku. Calon  kekasih, tahukah kamu bahwa aku begitu memimpikan calon kekasih yang pandai bernyanyi dan memberikan sesuatu hal yang romantis, aku sangat berharap itu!

Kelak jika ternyata tulang rusukmu yang hilang itu ternyata adalah aku, dengan sepenuh hati aku akan mencintaimu dengan setulus-tulusnya cintaku, ketika itu kamu datang menghadap ibu dan ayahku, meminta agar mereka sudi merelakan bidadarinya untuk hidup bersamamu dan itu adalah aku. Dan kelak ketika itu kau telah mapan iman, hati, dan harta dalam meminangku, kau ajak aku bahagia sepanjang dunia masih ijinkan kita menikmati udara dengan leluasa. Jika di hari pernikahan kita nanti, kau akan memasang senyum yang sangat bahagia, akupun demikian. Ketika ijab Kabul, kau dengan lantang mengucapkan namaku untuk kau nikahi dan mendampingimu hingga bintang tak berkelip lagi. Ketika penghulu mengatakan “sah” buliran air mata itu akan menggantung di pipiku, kau tahu aku sangat terharu mendengar keseriusanmu dalam meminangku. Setelah itu mungkin kau akan mencium keningku dan seraya berkata “semoga kamu bisa menjadi istri yang mendampingiku dalam keadaan apapun” dan aku hanya bisa mencium tanganmu sebagai tugas pertamaku sebagai istrimu.


Setelah itu, kita mulai membangun rumah tangga kita, aku sebagai nyonya dan kamu sebagai tuan. aku mulai mengatur-ngaturmu, menyuruhmu ini dan itu, angkat ini dan itu. Dan aku harap kamu tak marah akan itu. Setiap pagi, kau akan temui aku di dapur, dan ketika malam kau akan temui aku di atas peristirahatan kita berdua. Aku akan menjadi seorang guru, yang sebagian waktuku untuk mengabdi pada muridku, dan kelak aku berharap pekerjaanmu berada di atasku, aku tahu setiap pulang kantor kamu akan merasakan letih yang memuncak, aku tak punya banyak waktu untuk merapikan rumah kita, mungkin kau akan marah jika pakaianmu lupa akau cuci ataupun sepatumu lupa aku semir, tapi jangan terlalu memarahiku akan itu suamiku, aku tahu rasa cintamu lebih besar dari rasa marahmu. Mungkin berselang beberapa tahun setelah kita menikah, Tuhan mempercayai kita untuk diberikan anak. Aku merasa selalu diperhatikan olehmu saat itu, aku mual dan kamu selalu berkata”kamu yang sabar, istriku”. Tahukah kamu ini merupakan bahagia yang memberiku arti kasih sayang yang besar. Kau begitu sabar menghadapiku ketika marahku tak jelas padamu. Dan kelak ketika anak kita lahir nanti, aku menggenggam tanganmu di ruang persalinan, mungkin saat itu kau akan merasakan sakit akan itu, akupun juga sedang berjuang untuk bahagia kita saat itu. Dan suara tangisan malaikat kecil kitapun membuat ramai seisi ruangan, kau senandungkan azan ditelinganya. Aku pada saat itu seakan sedang melewati perjuangan hidup atau mati. Melahirkan tak begitu menakutkan, suamiku. Setelah itu kau begitu hangat mengelus kepalaku dan membisikkanku kata “terima kasih untuk semuanya, tugasmu sebagai wanita telah kau jalankan dengan sempurna, aku bahagia menjadi suamimu”. Sungguh indah impianku, dan kuharap kau bisa seperti itu.

Calon kekasih pertamaku, kau tahu ternyata cinta tak begitu menakutkan seperti bayanganku setiap saat, ternyata memiliki kekasih tak seburuk apa yang aku pikirkan, ku harap kau segera datang untuk mewujudkan mimpiku ini, aku menunggumu !

JATUH CINTA TAK SEBURUK APA YANG TERBAYANGKAN

0 komentar:

Posting Komentar