Aku
menulisnya ketika matahari sebentar lagi akan meninggalkan peraduannya,
Teruntuk
lelaki yang selalu mencuri diam-diam pandanganku.
Subuh
yang menawarkan dingin, hujan kali ini menjelma laksana nyanyian penikmat
lelap, buktinya ayam di kandang milik ayahku pun tak terdengar kokokannya.
Berawal
dari pandanganmu, aku hanya berusaha tak kegeeran dengan semuanya. Kadang
kupalingkan pandanganku dari hadapmu, aku tak ingin menatapnya terlalu lama,
jujur saja aku takut terbius, tatapan itu begitu tajam, hanya kamu pemiliknya.
Kemarin kulihat kamu dengan kaos kemeja birumu, kau tahu, kau begitu manis saat
itu, dengan balutan levis hitam kau berjalan menapaki sudut-sudut lahan tempat
aku mengenalmu pertama kali, meski itu hanya sebatas pandang. Lagi-lagi kau
lontarkan senyum yang tak tertawarkan, aku hanya bisa membalas dengan senyuman
meski kutahu itu tak manis. Subuh yang dingin, jemariku serasa melengking
mengetik kata demi kata.
Lelaki
yang menawarkan senyum hampir setiap kali berpapasan,
Lelaki
yang setiap kali kudapati pandangannya bersembunyi di balik angin lalu, lantas
ketika aku pandang, sikapnya seolah berubah dan setelah itu pandangannya terhempaskan begitu saja.
Aku
hanya ingin bercerita sedikit,
Tentang
kamu yang tak begitu sempurna, dengan gaya yang kadang berantakan namun kau
selalu berhasil menyuguhkan senyum yang sempurna. Aku akui hatiku mulai
memendam suka. Imajinasiku kau kuasai. Ketertarikanku berawal dari sini.
Hujan
dengan senangnya mengetuk-ngetuk atap rumahku dengan nada yang tak jelas, sepoi
angin masih menyanyi di antara rinai hujan.
Lelaki
yang kukagumi,
Aku menyimpan
cemas yang begitu malang, takut ketika pengharapanku kau buang begitu saja
tanpa kau pungut kembali sebagai bentuk perhatianmu padaku. Sebulan telah
berlalu setelah perkenalan kita, meski ini hanya sebatas aku mengenalmu dari
temanmu yang biasa memanggilmu. Aku tak ingin menyebut namamu di sini, aku
takut ketika aku menyebutnya tiba-tiba kekasihmu datang dan seolah menuduh aku
telah mengalihkan pandangmu darinya padaku.
Tak ada
yang salah dengan rasa suka ini, kuyakin Tuhan tak marah akan hal ini. Aku
bingung mau menuliskan apalagi untuk kamu, aku hanya ingin simpan rasa
keraguanmu walau itu hanya sekadar menyapaku saja.
Subuh
yang kalut, hati yang risau, kau membuat dilema semuanya, aku hanya berusaha
tak kegeeran dengan semua ini. Setiap tingkahmu kadang kurekam oleh lensa
mataku, kau begitu lucu, memperhatikan aku namun seolah-olah tak ingin ada
orang yang tahu.
Lelaki
yang tak kutahu akan menjadi milikku atau telah termiliki oleh hati yang lain,
Aku tak
berani menamakan ini cinta atau sayang, aku takut waktu sebulan akan membuatku
menyesal untuk selamanya, kau tetap mempesona, tak peduli berapa kali pertemuan
kita, namun aku selalu terpesona setiap pertemuan yang Tuhan ciptakan.
Lelaki yang kutemukan dalam diam,
Matanya menusuk hingga rongga
dada,
Serasa bernafaspun aku enggan,
Jumpa pertama kita,
Aku akui, kau memang mempesona.
Datanglah, aku rindu tatapanmu
tepat di wajahku,
Saat matamu dan mataku tak ingin
menghempas pandang satu sama lain.
0 komentar:
Posting Komentar