Jumat, 30 Mei 2014

HIM




Aku menulisnya ketika matahari sebentar lagi akan meninggalkan peraduannya,

Teruntuk lelaki yang selalu mencuri diam-diam pandanganku.

Subuh yang menawarkan dingin, hujan kali ini menjelma laksana nyanyian penikmat lelap, buktinya ayam di kandang milik ayahku pun tak terdengar kokokannya.
Berawal dari pandanganmu, aku hanya berusaha tak kegeeran dengan semuanya. Kadang kupalingkan pandanganku dari hadapmu, aku tak ingin menatapnya terlalu lama, jujur saja aku takut terbius, tatapan itu begitu tajam, hanya kamu pemiliknya. Kemarin kulihat kamu dengan kaos kemeja birumu, kau tahu, kau begitu manis saat itu, dengan balutan levis hitam kau berjalan menapaki sudut-sudut lahan tempat aku mengenalmu pertama kali, meski itu hanya sebatas pandang. Lagi-lagi kau lontarkan senyum yang tak tertawarkan, aku hanya bisa membalas dengan senyuman meski kutahu itu tak manis. Subuh yang dingin, jemariku serasa melengking mengetik kata demi kata. 

Lelaki yang menawarkan senyum hampir setiap kali  berpapasan,
Lelaki yang setiap kali kudapati pandangannya bersembunyi di balik angin lalu, lantas ketika aku pandang, sikapnya seolah berubah dan setelah itu pandangannya  terhempaskan begitu saja.
Aku hanya ingin bercerita sedikit,
Tentang kamu yang tak begitu sempurna, dengan gaya yang kadang berantakan namun kau selalu berhasil menyuguhkan senyum yang sempurna. Aku akui hatiku mulai memendam suka. Imajinasiku kau kuasai. Ketertarikanku berawal dari sini.

Hujan dengan senangnya mengetuk-ngetuk atap rumahku dengan nada yang tak jelas, sepoi angin masih menyanyi di antara rinai hujan.

Lelaki yang kukagumi,

Aku menyimpan cemas yang begitu malang, takut ketika pengharapanku kau buang begitu saja tanpa kau pungut kembali sebagai bentuk perhatianmu padaku. Sebulan telah berlalu setelah perkenalan kita, meski ini hanya sebatas aku mengenalmu dari temanmu yang biasa memanggilmu. Aku tak ingin menyebut namamu di sini, aku takut ketika aku menyebutnya tiba-tiba kekasihmu datang dan seolah menuduh aku telah mengalihkan pandangmu darinya padaku.

Tak ada yang salah dengan rasa suka ini, kuyakin Tuhan tak marah akan hal ini. Aku bingung mau menuliskan apalagi untuk kamu, aku hanya ingin simpan rasa keraguanmu walau itu hanya sekadar menyapaku saja.
Subuh yang kalut, hati yang risau, kau membuat dilema semuanya, aku hanya berusaha tak kegeeran dengan semua ini. Setiap tingkahmu kadang kurekam oleh lensa mataku, kau begitu lucu, memperhatikan aku namun seolah-olah tak ingin ada orang yang tahu. 

Lelaki yang tak kutahu akan menjadi milikku atau telah termiliki oleh hati yang lain,
Aku tak berani menamakan ini cinta atau sayang, aku takut waktu sebulan akan membuatku menyesal untuk selamanya, kau tetap mempesona, tak peduli berapa kali pertemuan kita, namun aku selalu terpesona setiap pertemuan yang Tuhan ciptakan.

Lelaki yang kutemukan dalam diam,
Matanya menusuk hingga rongga dada,
Serasa bernafaspun aku enggan,
Jumpa pertama kita,           
Aku akui, kau memang mempesona.
Datanglah, aku rindu tatapanmu tepat di wajahku,
Saat matamu dan mataku tak ingin menghempas pandang satu sama lain.

0 komentar:

Posting Komentar