Jumat, 30 Mei 2014

SAJAK UNTUK SAHABAT



Andini Eka Pratiwi Putri
Teruntukmu sahabat yang sedang dihujani gerimis bahagia,
Pagi yang indah, awan putih beradu dengan langit biru, mentari merantau dari timur menuju barat.
Esok hari bahagiamu, usiamu akan bertambah tua, seiring kedewasaan yang menjadi sebuah keharusan. Aku masih sibuk merangkai kata-kata ini, sibuk merangkai sedimikian rupa agar kau sudi membacanya sebagai pemberian teristimewaku untuk pertambahan usiamu sekarang.
Aku bingung mau memberikanmu apa, semoga dengan sajak ini akan menjadi pemberian terindah dariku untukmu,

ANDINI
Sembilan belas tahun, kau hidup dengan nafas yang tak terhitung
Telah kau lewati manis pahit hidupmu
Canda tawa yang kadang terbius setiap detik
Aku tak sempat menghitung,
Kapan aku resmi menjadi sahabatmu
Tetesan bahagia telah kita rasakan,
Rintiknya menembus kulit kehidupan kita,

Andini, wanita hujan.
Mengguyur perasaan dengan hikmat
Menyejukkan rasa setiap kali bertepi di bibir hatimu

Andini, wanita fajar
Menjanjikan cahaya di tengah buliran embun kehidupan

Andini wanita senja
Meneduhkan rasa dengan sinar jingga
Yang mengundang misteri

Andini, wanita pelangi.
Singgasana hati yang penuh arti

Andini, wanita pengayam mimpi
Menyulam setiap gelisah menjadi sebuah pengharapan

Andini, sengaja aku memilih ruang ini
Tempat kau dan aku saling berbagi arti

Andini, wanita kuat
Hidupmu dimulai detik ini
Bahagialah saat kau bahagia
Bersedihlah saat kau merasakan pedih,
Jangan pernah merasa sendiri,
Sebab kesendirian tak menawarkan sebuah kebersamaan nyata.

Tak kutahu berapa bait sajakku ini, aku tak punya banyak uang meyajikan hadiah yang begitu mahal  untukmu, Sembilan belas tahun, kita akan terus bersahabat, yang ada disampingmu adalah REMUK, bukan lagi ada kata AKU, DIA, KAMU, tapi yang ada hanya ada kata KITA.Semoga menjadi pribadi yang selalu disegani, disayangi oleh orang-orang, semoga Tuhan menyertai segala kebaikan yang kau kerjakan, tak ada sesal mengenalmu, jangan berpikir untuk saling melupakan, kita semua akan terus bersahabat hingga SI BUTA MENGATAKAN KEPADA SI TULI KALAU SI LUMPUH BISA BERJALAN LAGI. 

Selalu bahagia dengan keadaanmu sekarang, aku dan yang lain menyayangimu. 
Selamat bertambah usia :)


PERNIKAHAN



Untuk cinta pertama, cinta sejati dan cinta yang berkomitmen
aku tak tahu kapan perasaan jatuh cinta ini akan datang menyapa kembali, sebab di penghujung malam aku hanya bisa berteman sepi. Dan kadangkala imajinasiku melampaui kenyataan hidupku. Aku selalu berharap peristiwa ini akan terjadi, peristiwa yang menjadi penantian oleh setiap insan manusia.
Kau tahu apa itu?
Pernikahan, yah peristiwa seperti itu.
Akan ada suatu hari, di mana namamu dan namaku bersanding di atas kertas yang terbingkai indah di sertai dengan tanggal di mana peristiwa itu akan terjadi. Namaku berderet dengan gelar keguruanku, dan aku tak tahu kelak namamu akan memiliki gelar atau tidak. Kita akan segera dijuluki kedua mempelai, aku bisa bayangkan betapa bahagianya aku saat itu.
Jika datang waktunya, di mana tanggal itu telah tiba, aku bisa bayangkan betapa ramainya rumahku dengan kedatangan kerabat-kerabat dari kampungku, aku yakin kaupun juga demikian.
Aku sudah tak sabar untuk menyebut ayah dan ibumu sebagai ayah serta ibu mertuaku, aku tak sabar menyebutmu dengan sebutan suamiku. Aku hanya bisa berharap ketika hari itu tiba, kau dengan fasih menyebutkan namaku di depan penghulu dan ayahku, aku pastikan pada saat itu air mataku akan berlinang, betapa bahagianya aku telah resmi menjadi nyonya dari dirimu. Lalu aku akan mencium tanganmu sebagai pertanda bakti pertamaku sebagai istrimu yang kau cintai kemudian dengan ikhlas kau akan mencium keningku sebagai tanda sayangmu kepadaku sebagai istrimu yang kau cintai jua.
 Pada waktu itu, lingkaran emas yang tak kuketahui berapa beratnya akan melingkar kokoh di jari manis kita berdua, dalam hati aku hanya berharap semoga cincin itu tak pernah kau lepaskan dalam keadaan apapun.
Setelah resmi, kita akan berlagak seperti raja dan ratu semalam. Semua kerabat berbondong-bondong menyampaikan rasa bahagianya kepada kita. Aku begitu senang, senyum ini tak pernah kehilangan manis jika saat itu telah tiba.
Pada malam pertama kita nanti, moga kau memperlakukanku seperti sunnah rasul, tak usah ku jelaskan, kau pasti tahu apa maksudku itu.
Mengawali bahtera rumah tangga menjadi pasangan suami dan istri, aku akan sangat bahagia, ketika mentari beranjak dari timur, kupalingkan badanku, tentu wajahmu akan menjadi wajah yang pertama tertangkap oleh pandangku, aku harap bahagiamu akan sama dengan bahagiaku.
Suamiku tersayang, jika Tuhan mempercayakan anak pada kita, kuharap kita takkan pernah mengabaikan titipan Tuhan ini,sayangi dia sebagaimana kau menyayangiku sewaktu awal pernikahan kita.
Aku paham aku takkan secantik yang dulu, usai melahirkan badanku akan gemuk, mungkin kau tak betah lagi memandangku, mungkin juga aku akan menjelma menjadi isteri yang suka memarahimu ketika kau pulang terlambat dari kantormu. Aku tahu kau akan jenuh akan itu, tapi aku mohon tetap sayangi aku seperti awal perasaan cintamu datang padaku. Jangan pernah merasa kasih sayangku terbagi untukmu dan untuk buah hati kita. Kau dan anak kita akan menjadi penguatku. Jika kelak aku tak bisa lagi memasak tepat waktu karena terlalu sibuk mengurusi anak kita, sementara kau sedang lapar. Ku mohon jangan marahi aku, jangan cela aku sebagai isteri yang tak bisa mengurus suaminya.
Waktu akan terus berputar suamiku, aku dan kamu akan bertambah tua dimakan masa, begitupun anak kita akan tumbuh menjadi dewasa dan kelak dia akan mengalami apa yang kita alami dulu, yaitu pernikahan. Jika usiaku mulai menginjak senja, aku yakin kau takkan sering lagi mencium keningku seperti apa yang selalu menjadi rutinitasmu di awal pengantin baru kita. Tetap sayangi aku suamiku, sampai setua apapun aku, bahkan hingga ajal yang menjadi pemisah kita. Aku sebagai isterimu akan mengabdikan seluruh hatiku dan baktiku untukmu dan anak kita. Tetaplah setia karena setia takkan pernah menjanjikan perpisahan. Aku mencintaimu hingga matahari akan terbit di barat dan akan terbenam di timur. 

Teruntuk calon suamiku, kita akan berperan di pernikahan kita kerdua,
Aku ratu dan kau akan jadi rajanya.

HIM




Aku menulisnya ketika matahari sebentar lagi akan meninggalkan peraduannya,

Teruntuk lelaki yang selalu mencuri diam-diam pandanganku.

Subuh yang menawarkan dingin, hujan kali ini menjelma laksana nyanyian penikmat lelap, buktinya ayam di kandang milik ayahku pun tak terdengar kokokannya.
Berawal dari pandanganmu, aku hanya berusaha tak kegeeran dengan semuanya. Kadang kupalingkan pandanganku dari hadapmu, aku tak ingin menatapnya terlalu lama, jujur saja aku takut terbius, tatapan itu begitu tajam, hanya kamu pemiliknya. Kemarin kulihat kamu dengan kaos kemeja birumu, kau tahu, kau begitu manis saat itu, dengan balutan levis hitam kau berjalan menapaki sudut-sudut lahan tempat aku mengenalmu pertama kali, meski itu hanya sebatas pandang. Lagi-lagi kau lontarkan senyum yang tak tertawarkan, aku hanya bisa membalas dengan senyuman meski kutahu itu tak manis. Subuh yang dingin, jemariku serasa melengking mengetik kata demi kata. 

Lelaki yang menawarkan senyum hampir setiap kali  berpapasan,
Lelaki yang setiap kali kudapati pandangannya bersembunyi di balik angin lalu, lantas ketika aku pandang, sikapnya seolah berubah dan setelah itu pandangannya  terhempaskan begitu saja.
Aku hanya ingin bercerita sedikit,
Tentang kamu yang tak begitu sempurna, dengan gaya yang kadang berantakan namun kau selalu berhasil menyuguhkan senyum yang sempurna. Aku akui hatiku mulai memendam suka. Imajinasiku kau kuasai. Ketertarikanku berawal dari sini.

Hujan dengan senangnya mengetuk-ngetuk atap rumahku dengan nada yang tak jelas, sepoi angin masih menyanyi di antara rinai hujan.

Lelaki yang kukagumi,

Aku menyimpan cemas yang begitu malang, takut ketika pengharapanku kau buang begitu saja tanpa kau pungut kembali sebagai bentuk perhatianmu padaku. Sebulan telah berlalu setelah perkenalan kita, meski ini hanya sebatas aku mengenalmu dari temanmu yang biasa memanggilmu. Aku tak ingin menyebut namamu di sini, aku takut ketika aku menyebutnya tiba-tiba kekasihmu datang dan seolah menuduh aku telah mengalihkan pandangmu darinya padaku.

Tak ada yang salah dengan rasa suka ini, kuyakin Tuhan tak marah akan hal ini. Aku bingung mau menuliskan apalagi untuk kamu, aku hanya ingin simpan rasa keraguanmu walau itu hanya sekadar menyapaku saja.
Subuh yang kalut, hati yang risau, kau membuat dilema semuanya, aku hanya berusaha tak kegeeran dengan semua ini. Setiap tingkahmu kadang kurekam oleh lensa mataku, kau begitu lucu, memperhatikan aku namun seolah-olah tak ingin ada orang yang tahu. 

Lelaki yang tak kutahu akan menjadi milikku atau telah termiliki oleh hati yang lain,
Aku tak berani menamakan ini cinta atau sayang, aku takut waktu sebulan akan membuatku menyesal untuk selamanya, kau tetap mempesona, tak peduli berapa kali pertemuan kita, namun aku selalu terpesona setiap pertemuan yang Tuhan ciptakan.

Lelaki yang kutemukan dalam diam,
Matanya menusuk hingga rongga dada,
Serasa bernafaspun aku enggan,
Jumpa pertama kita,           
Aku akui, kau memang mempesona.
Datanglah, aku rindu tatapanmu tepat di wajahku,
Saat matamu dan mataku tak ingin menghempas pandang satu sama lain.