Untuk
cinta pertama, cinta sejati dan cinta yang berkomitmen
aku
tak tahu kapan perasaan jatuh cinta ini akan datang menyapa kembali, sebab di
penghujung malam aku hanya bisa berteman sepi. Dan kadangkala imajinasiku
melampaui kenyataan hidupku. Aku selalu berharap peristiwa ini akan terjadi,
peristiwa yang menjadi penantian oleh setiap insan manusia.
Kau
tahu apa itu?
Pernikahan,
yah peristiwa seperti itu.
Akan
ada suatu hari, di mana namamu dan namaku bersanding di atas kertas yang terbingkai
indah di sertai dengan tanggal di mana peristiwa itu akan terjadi. Namaku berderet
dengan gelar keguruanku, dan aku tak tahu kelak namamu akan memiliki gelar atau
tidak. Kita akan segera dijuluki kedua mempelai, aku bisa bayangkan betapa bahagianya
aku saat itu.
Jika
datang waktunya, di mana tanggal itu telah tiba, aku bisa bayangkan betapa
ramainya rumahku dengan kedatangan kerabat-kerabat dari kampungku, aku yakin
kaupun juga demikian.
Aku
sudah tak sabar untuk menyebut ayah dan ibumu sebagai ayah serta ibu mertuaku,
aku tak sabar menyebutmu dengan sebutan suamiku. Aku hanya bisa berharap ketika
hari itu tiba, kau dengan fasih menyebutkan namaku di depan penghulu dan
ayahku, aku pastikan pada saat itu air mataku akan berlinang, betapa bahagianya
aku telah resmi menjadi nyonya dari dirimu. Lalu aku akan mencium tanganmu
sebagai pertanda bakti pertamaku sebagai istrimu yang kau cintai kemudian
dengan ikhlas kau akan mencium keningku sebagai tanda sayangmu kepadaku sebagai
istrimu yang kau cintai jua.
Pada waktu itu, lingkaran emas yang tak
kuketahui berapa beratnya akan melingkar kokoh di jari manis kita berdua, dalam
hati aku hanya berharap semoga cincin itu tak pernah kau lepaskan dalam keadaan
apapun.
Setelah
resmi, kita akan berlagak seperti raja dan ratu semalam. Semua kerabat
berbondong-bondong menyampaikan rasa bahagianya kepada kita. Aku begitu senang,
senyum ini tak pernah kehilangan manis jika saat itu telah tiba.
Pada
malam pertama kita nanti, moga kau memperlakukanku seperti sunnah rasul, tak
usah ku jelaskan, kau pasti tahu apa maksudku itu.
Mengawali
bahtera rumah tangga menjadi pasangan suami dan istri, aku akan sangat bahagia,
ketika mentari beranjak dari timur, kupalingkan badanku, tentu wajahmu akan
menjadi wajah yang pertama tertangkap oleh pandangku, aku harap bahagiamu akan
sama dengan bahagiaku.
Suamiku
tersayang, jika Tuhan mempercayakan anak pada kita, kuharap kita takkan pernah
mengabaikan titipan Tuhan ini,sayangi dia sebagaimana kau menyayangiku sewaktu
awal pernikahan kita.
Aku
paham aku takkan secantik yang dulu, usai melahirkan badanku akan gemuk,
mungkin kau tak betah lagi memandangku, mungkin juga aku akan menjelma menjadi isteri
yang suka memarahimu ketika kau pulang terlambat dari kantormu. Aku tahu kau
akan jenuh akan itu, tapi aku mohon tetap sayangi aku seperti awal perasaan
cintamu datang padaku. Jangan pernah merasa kasih sayangku terbagi untukmu dan
untuk buah hati kita. Kau dan anak kita akan menjadi penguatku. Jika kelak aku
tak bisa lagi memasak tepat waktu karena terlalu sibuk mengurusi anak kita,
sementara kau sedang lapar. Ku mohon jangan marahi aku, jangan cela aku sebagai
isteri yang tak bisa mengurus suaminya.
Waktu
akan terus berputar suamiku, aku dan kamu akan bertambah tua dimakan masa,
begitupun anak kita akan tumbuh menjadi dewasa dan kelak dia akan mengalami apa
yang kita alami dulu, yaitu pernikahan. Jika usiaku mulai menginjak senja, aku yakin
kau takkan sering lagi mencium keningku seperti apa yang selalu menjadi
rutinitasmu di awal pengantin baru kita. Tetap sayangi aku suamiku, sampai
setua apapun aku, bahkan hingga ajal yang menjadi pemisah kita. Aku sebagai
isterimu akan mengabdikan seluruh hatiku dan baktiku untukmu dan anak kita. Tetaplah
setia karena setia takkan pernah menjanjikan perpisahan. Aku mencintaimu hingga
matahari akan terbit di barat dan akan terbenam di timur.
Teruntuk
calon suamiku, kita akan berperan di pernikahan kita kerdua,
Aku
ratu dan kau akan jadi rajanya.
0 komentar:
Posting Komentar