Sepenggal Cerita King dan Kelor
Atas nama jarak yang sempat
tercipta dan membuat kita saling berjauhan. Atas nama perpisahan yang tak
pernah terduga. Aku menulisnya dengan separuh kekuatan yang masih kumiliki
setelah sekian lama menangis.
Untukmu, lelaki yang selalu kuharap
setia menunggu hingga semuanya usai.
Kisah
kita sulit kuungkapkan dengan kata-kata, jika ditanya perihal tentangmu
sekarang, aku hanya bisa menjawabnya dengan air mata yang begitu lancar
mengalir di daratan pipiku. Pipi yang dahulu pernah kamu sentuh dengan tanganmu
yang penuh rasa sayang. Entah mengapa aku begitu sulit menyebutmu masa lalu,
sebab otakku hanya bisa menyimpanmu dengan sebutan masa depan. Masa depan yang
selalu kita rangkai bersama-sama, namun sekarang harus kita hapus bersama-sama
pula.
24
Desember rasanya sudah menjadi kiamat untuk mimpi-mimpi selama setahun. Kata
berpisah harus menjadi sebuah keputusan. Keputusan yang hingga saat ini tak
hentinya membuatku hujan air mata.
Lelaki
yang selalu kusayangi, setahun sudah resmi berlalu. Baru saja kita merayakannya
dengan jarak yang selalu berhasil menjadi penghalang. Aku mengenalmu sebagai
pahlawan. Pahlawan yang menyelamatkan aku setelah sempat begitu menyesali
perpisahan dengan orang yang pernah kusayangi sebelummu. Tapi percayalah dia
tak sebanding denganmu. Kamu topang aku dengan segala kekuatan yang kau punya.
Kamu yakinkan aku atas semuanya, bahwa dengan hati yang terbelah takkan mampu
menghadapi dunia ini. Kamu sempurnakan hatiku yang sempat patah dan
bersama-sama menghadapi dunia setahun lebih lamanya.
Aku
tak pernah menginginkan perpisahan, memikirkannya saja aku enggan. Jangankan
berpisah, tak mendengar suaramu dalam sehari saja aku begitu sulit, dan
sekarang hal itu harus mulai kubiasakan. Tanpa sapaan pagimu, tanpa pengingat
makanmu, tanpa perhatianmu.
aku
selalu merangkaimu dalam setiap bait kehidupan yang ku punya dengan begitu
manis. Maafkan aku yang terlalu khawatir jika kau tak mengangkat telepon ku
dulu. maafkan aku yang mungkin pernah mengganggu aktifitas kerjamu karena aku
ingin selalu dimanja olehmu. Menjadi penikmat jarak memang tak gampang. Namun
aku selalu membesarkan hatiku dengan janji bahwa suatu saat kita akan bertemu
setiap hari.
Beberapa
hari setelah tanggal 24 itu, aku mulai membiasakan diri tanpamu lagi. Jika
setiap malamnya kita saling menuang keluh, dan sekarang harus saling menahan
rindu. atau hanya aku yang terlalu merindu?
Lelaki
yang selalu kusayangi, aku tak begitu bisa menerima keputusan yang harus
dijalani sekarang. Berjalan tak saling beriringan lagi atas alasan orang tuamu.
Kamu harus memahami ini, aku harus bisa menyiapkan diriku sebagai
sebaik-baiknya wanita sebelum mendampingimu. Banyak hal yang harus kutuntaskan.
Tentang pendidikanku tentang pekerjaanku. Sebab aku malu jika harus menjadi
isterimu yang tak bisa kamu banggakan suatu saat nanti. Bukan aku menuntutmu
menjadi anak yang pembangkang, aku hanya ingin butuh kamu perjuangkan. Menunggu
memang sulit di tengah umur yang memaksa bahagiamu harus lebih cepat dari pada
bahagiaku. Dan aku harus memahami ini. Sebagian hati dan semangatku masih
bersemayam di separuh jiwamu. Jangan salahkan aku jika terlalu lama melupakanmu
dan berlarut dalam kesedihan yang tak kuketahui ujungnya.
Terakhir,
ini mimpi yang tak pernah kudambakan di akhir tahun. Semuanya harus berakhir di
Desember, bulan saat aku mengenal dunia dan bersuara untuk pertama kalinya. Dan
waktu mengajariku untuk menyayangimu dengan setulus-tulusnya cinta yang
kumiliki. Waktu yang mengajariku untuk memanggilmu ayah dan kamu memanggilku
ibu. Waktu pula yang mengajariku untuk berlagak bisu mengucapkan semua itu. Aku
benci menghapus gambar-gambar kita di handphoneku, aku benci mengubah namamu di
kontak handphoneku, aku benci dengan segalanya yang mengharuskan aku
melupakanmu.
Lelaki
yang kusayangi, maafkan aku yang terlalu cengeng menghadapi ini. Tepat sebulan
sebelum engkau bertambah usia. Aku ingin mengucapkan, selamat ulang tahun untuk
lelaki yang selalu kusayangi, terima kasih telah menjadi pengisi setiap detik
di hati ini selama setahun lebih, terima
kasih atas mimpi-mimpi yang telah kita rangkai sedemikian rupa dan harus
berubah secepat kembang api di malam tahun baru nanti. Terima kasih atas segala
pengertianmu dan maafkan aku yang tak bisa menjadi pendampingmu seperti
mimpi-mimpi kita sebelumnya. Terima kasih atas separuh waktu yang selalu kamu
gunakan untuk memanjakan aku, terima kasih bimbinganmu, di antara yang pernah
hadir di hati ini, kamulah adam yang terbaik yang pernah ada.
Semoga
di usiamu yang matang ini, kamu bisa menjadi pribadi yang jauh lebih baik,
lebih shaleh, dan bisa mendapat pendamping yang bisa menemanimu sampai usia
tuamu, tidak seperti aku yang tak bisa menemanimu karena alasan yang memang
harus kujalani, ini juga untukmu. Semoga pekerjaanmu lancar, jangan lupa makan
dan shalat. Jangan telat ke kantor, jangan lupa jaga kesehatan. Mungkin ini
terakhir kalinya aku bisa mengingatkanmu tentang hal itu lagi.
Berbahagialah
sayang, meskipun bukan bersamaku dan aku tak bersamu, selalu kuciptakan bahagia
itu meski harus melihatmu bukan bersama aku lagi. Terima kasih atas setahun
yang begitu indah, terima kasih telah menjadikanku penikmat rindu akan jarak,
kisah ini takkan pernah kulupa meski kelak kita akan sama menikmati bahagia
sendiri-sendiri.
Selamat
bertambah usia kak Febri. Yang terbaik untukmu dan untuk masa depanmu.
Dari
aku wanita yang teramat mencintaimu, semoga waktu tak pernah mengajarkan aku
akan lupa.
Andi
Puteri Mangkawani J
0 komentar:
Posting Komentar