Rabu, 21 Januari 2015

Sepenggal Cerita King dan Kelor




Sepenggal Cerita King dan Kelor

Atas nama jarak yang sempat tercipta dan membuat kita saling berjauhan. Atas nama perpisahan yang tak pernah terduga. Aku menulisnya dengan separuh kekuatan yang masih kumiliki setelah sekian lama menangis.
Untukmu, lelaki yang selalu kuharap setia menunggu hingga semuanya usai.
Kisah kita sulit kuungkapkan dengan kata-kata, jika ditanya perihal tentangmu sekarang, aku hanya bisa menjawabnya dengan air mata yang begitu lancar mengalir di daratan pipiku. Pipi yang dahulu pernah kamu sentuh dengan tanganmu yang penuh rasa sayang. Entah mengapa aku begitu sulit menyebutmu masa lalu, sebab otakku hanya bisa menyimpanmu dengan sebutan masa depan. Masa depan yang selalu kita rangkai bersama-sama, namun sekarang harus kita hapus bersama-sama pula.
24 Desember rasanya sudah menjadi kiamat untuk mimpi-mimpi selama setahun. Kata berpisah harus menjadi sebuah keputusan. Keputusan yang hingga saat ini tak hentinya membuatku hujan air mata.
Lelaki yang selalu kusayangi, setahun sudah resmi berlalu. Baru saja kita merayakannya dengan jarak yang selalu berhasil menjadi penghalang. Aku mengenalmu sebagai pahlawan. Pahlawan yang menyelamatkan aku setelah sempat begitu menyesali perpisahan dengan orang yang pernah kusayangi sebelummu. Tapi percayalah dia tak sebanding denganmu. Kamu topang aku dengan segala kekuatan yang kau punya. Kamu yakinkan aku atas semuanya, bahwa dengan hati yang terbelah takkan mampu menghadapi dunia ini. Kamu sempurnakan hatiku yang sempat patah dan bersama-sama menghadapi dunia setahun lebih lamanya.
Aku tak pernah menginginkan perpisahan, memikirkannya saja aku enggan. Jangankan berpisah, tak mendengar suaramu dalam sehari saja aku begitu sulit, dan sekarang hal itu harus mulai kubiasakan. Tanpa sapaan pagimu, tanpa pengingat makanmu, tanpa perhatianmu.
aku selalu merangkaimu dalam setiap bait kehidupan yang ku punya dengan begitu manis. Maafkan aku yang terlalu khawatir jika kau tak mengangkat telepon ku dulu. maafkan aku yang mungkin pernah mengganggu aktifitas kerjamu karena aku ingin selalu dimanja olehmu. Menjadi penikmat jarak memang tak gampang. Namun aku selalu membesarkan hatiku dengan janji bahwa suatu saat kita akan bertemu setiap hari.
Beberapa hari setelah tanggal 24 itu, aku mulai membiasakan diri tanpamu lagi. Jika setiap malamnya kita saling menuang keluh, dan sekarang harus saling menahan rindu. atau hanya aku yang terlalu merindu?
Lelaki yang selalu kusayangi, aku tak begitu bisa menerima keputusan yang harus dijalani sekarang. Berjalan tak saling beriringan lagi atas alasan orang tuamu. Kamu harus memahami ini, aku harus bisa menyiapkan diriku sebagai sebaik-baiknya wanita sebelum mendampingimu. Banyak hal yang harus kutuntaskan. Tentang pendidikanku tentang pekerjaanku. Sebab aku malu jika harus menjadi isterimu yang tak bisa kamu banggakan suatu saat nanti. Bukan aku menuntutmu menjadi anak yang pembangkang, aku hanya ingin butuh kamu perjuangkan. Menunggu memang sulit di tengah umur yang memaksa bahagiamu harus lebih cepat dari pada bahagiaku. Dan aku harus memahami ini. Sebagian hati dan semangatku masih bersemayam di separuh jiwamu. Jangan salahkan aku jika terlalu lama melupakanmu dan berlarut dalam kesedihan yang tak kuketahui ujungnya.
Terakhir, ini mimpi yang tak pernah kudambakan di akhir tahun. Semuanya harus berakhir di Desember, bulan saat aku mengenal dunia dan bersuara untuk pertama kalinya. Dan waktu mengajariku untuk menyayangimu dengan setulus-tulusnya cinta yang kumiliki. Waktu yang mengajariku untuk memanggilmu ayah dan kamu memanggilku ibu. Waktu pula yang mengajariku untuk berlagak bisu mengucapkan semua itu. Aku benci menghapus gambar-gambar kita di handphoneku, aku benci mengubah namamu di kontak handphoneku, aku benci dengan segalanya yang mengharuskan aku melupakanmu.
Lelaki yang kusayangi, maafkan aku yang terlalu cengeng menghadapi ini. Tepat sebulan sebelum engkau bertambah usia. Aku ingin mengucapkan, selamat ulang tahun untuk lelaki yang selalu kusayangi, terima kasih telah menjadi pengisi setiap detik di hati  ini selama setahun lebih, terima kasih atas mimpi-mimpi yang telah kita rangkai sedemikian rupa dan harus berubah secepat kembang api di malam tahun baru nanti. Terima kasih atas segala pengertianmu dan maafkan aku yang tak bisa menjadi pendampingmu seperti mimpi-mimpi kita sebelumnya. Terima kasih atas separuh waktu yang selalu kamu gunakan untuk memanjakan aku, terima kasih bimbinganmu, di antara yang pernah hadir di hati ini, kamulah adam yang terbaik yang pernah ada.
Semoga di usiamu yang matang ini, kamu bisa menjadi pribadi yang jauh lebih baik, lebih shaleh, dan bisa mendapat pendamping yang bisa menemanimu sampai usia tuamu, tidak seperti aku yang tak bisa menemanimu karena alasan yang memang harus kujalani, ini juga untukmu. Semoga pekerjaanmu lancar, jangan lupa makan dan shalat. Jangan telat ke kantor, jangan lupa jaga kesehatan. Mungkin ini terakhir kalinya aku bisa mengingatkanmu tentang hal itu lagi.
Berbahagialah sayang, meskipun bukan bersamaku dan aku tak bersamu, selalu kuciptakan bahagia itu meski harus melihatmu bukan bersama aku lagi. Terima kasih atas setahun yang begitu indah, terima kasih telah menjadikanku penikmat rindu akan jarak, kisah ini takkan pernah kulupa meski kelak kita akan sama menikmati bahagia sendiri-sendiri.
Selamat bertambah usia kak Febri. Yang terbaik untukmu dan untuk masa depanmu.
Dari aku wanita yang teramat mencintaimu, semoga waktu tak pernah mengajarkan aku akan lupa.
Andi Puteri Mangkawani J

0 komentar:

Posting Komentar