Penjahit Hati
(arti
sebuah kesetiaan)
Oleh Nurasiyah
Langit masih bermetamorfosa mengubah warnanya
menjadi jingga, sinarnya menembus setiap celah kolong langit yang bolong. Di
sebuah sudut langit yang tak pernah terjabah jingga, si penjahit hati ini
sedang duduk di atas kursi berumur puluhan tahun sambil menjahit hatinya. Menjahitnya dengan penuh kesabaran
dan sesekali mengusap keringat yang berjatuhan seperti gerimis di bulan
Desember. Dengan tekun ia menjahit dari sudut hatinya yang paling luka hingga
benang yang melekat di jarumnya habis. Sengaja ia melakukannya agar jahitannya
tak mudah lepas sehingga hatinya bisa tertutupi dalam waktu yang lama.
***
Sebaris cerita kehidupan pernah membuat hatinya
luka. Hingga ia harus menjahit hatinya sendiri, sama halnya dengan menjahit
sobekan yang ada di kemejanya. Mungkin hatinya terluka karena terlalu banyak
cinta yang mengisi dan pergi begitu saja dengan menggores-goreskan tulisan “Aku menyesal pernah berada di dalam hati ini”
di dinding hatinya dan goresan itu yang menghasilkan luka. Entah sudah berapa
banyak tulisan seperti itu di dinding hatinya, dan entah sudah sebanyak apa
luka yang harus ia tahan perihnya. Hingga ia memutuskan untuk menjahit hatinya
sendiri agar tak ada lagi cinta yang mengisi dan pergi begitu saja.
***
Di suatu waktu, jauh sebelum ia menjahit hatinya
sendiri. Lelaki ini adalah lelaki yang begitu mudah mencintai dan dicintai,
sehingga begitu banyak cinta yang mengisi setiap minggu di sudut-sudut hatinya.
Hingga cinta-cinta itu saling bertegur sapa di setiap sudut, dan cinta-cinta
itu baru tersadar kalau ia berada di dalam satu hati yang sama, hanya si
pemilik hati begitu pandai menyimpannya dalam sudut-sudut hati yang berbeda.
Cinta-cinta itu terus menulis kata “Aku
menyesal pernah berada di dalam hati ini” hingga si pemilik hati
mengeluarkannya dari dalam hatinya.
“mau
sampai kapan kau menjahit hatimu sendiri anak muda?” ibu peri berkata dengan
tongkat mungil di genggamannya.
“sampai
benang di jarum ini habis, peri.” Ucapnya sambil terus menjahit hatinya.
“sampai
kapan pun benang itu takkan pernah habis anak muda, coba kau lihat ujungnya !”
“benang
ini tak berujung peri”
“lantas
kenapa kau terus menjahit, hentikan anak muda !”
“tidak
ibu peri, aku akan terus menjahit hingga tak ada satu celah pun tempat cinta untuk masuk” si
penjahit hati masih saja berkeras kepala.
“dengar
anak muda, kau akan menyesal telah menjahit hatimu sendiri.” Ibu peri
menghilang meninggalkan pantulan suara yang terus menggema di ruangan sempit
tempat lelaki itu menjahit hatinya sendiri.
***
Sudah berhari-hari penjahit hati itu duduk
menjahit-jahit hatinya sendiri. Benang di tangannya tak pernah habis. Begitu
nekatnya ia ingin menutup hatinya. Tak ada seorang wanita pun yang percaya
tentang hatinya, karena ia begitu pandai menggombal dengan bibir yang tebal
itu. Ada seorang wanita yang begitu membuat hatinya luka. Sebab wanita ia
menulis kata “Aku menyesal pernah berada di dalam hati ini” dengan menggunakan
jarum panas. Bagaimana tidak, lelaki penjahit hati ini sudah begitu tega
mengambil keperawanan bibir mungil wanita itu. Tanpa rasa bersalah ia mengambil
keperawanan bibir wanita lain setelahnya. Entah sudah berapa banyak bibir yang
melekat di bibir tebalnya. Goresan yang begitu perih itu semakin membuat sakit
hati lelaki itu.
Hingga suatu waktu, ia memutuskan untuk menjahit
hatinya di taman. Mungkin ia sudah bosan berada di ruangan sempit dan hanya
berteman kursi yang berumur puluhan tahun. Begitu banyak cintya yang
berkeliling di taman itu, lelaki itu mulai menebarkan pesonanya. Sebuah cinta berhasil
merebut perhatiannya hingga ia terhenti sebentar menjahit hatinya. Cinta ini berbeda
dengan cinta yang pernah mengisi hatinya, ia begitu baik dengan sesamanya,
Cinta bisa datang karena hal yang
sederhana. Lelaki itu menghampiri cinta itu dan berkenalan dengannya. cinta itu
bertanya “sedang apa kau di sini?”
“aku
sedang menikmati suasana sore di taman.” Lelaki ini tak jujur tentang hatinya
yang terjahit. Ia ingin merasakan cinta seperti yang dulu. cinta yang bisa
dirasakan juga oleh hati. Namun sekarang ia tak bisa. Karena hatinya sudah
begitu lama ia jahit hingga tak ada celah untuk cinta itu masuk ke dalamnya.
***
Malam harinya, lelaki itu berupaya membuka jahitan
hatinya kembali. Ia ingin merasakan cinta seperti dulu.
“aku
sudah bilang anak muda. Jangan teruskan menjahit hatimu, sebab penyesalan akan
segera datang padamu.” Ibu peri berkata dalam kesibukan lelaki itu menggunting
benang yang terjahit.
“iya
ibu peri, kalau begitu cepat bantu aku membuka jahitannya. Aku berjanji takkan
menjahitnya lagi.” Lelaki ini memohon..
“baiklah,
ini untukmu anak muda. Jangan pernah mengambil kesimpulan sendiri tentang
cinta. Jangan suka mempermainkan cinta atau cinta itu yang akan membunuhmu
sendiri.”
Ajaib
!
Ini
memang tugas ibu peri. Jahitan di hatinya pun terlepas. Esok sorenya lelaki itu
menemui cinta itu di taman dan mengungkapkan rasa cintanya. Cinta itu begitu
termakan rayuan gombal dari mulut tebal lelaki itu. Akhirnya hati lelaki itu
kembali merasakan cinta di dalam hatinya. Belum cukup beberapa menit cinta itu
masuk ke dalam hatinya, cinta itu bertanya “mengapa di dalam hatimu begitu
banyak tulisan Aku menyesal pernah berada
di dalam hati ini? apakah hatimu sejelek itu hingga semua cinta yang pernah
ada di dalamnya merasakan penyesalan. Bukan hanya di satu sudut hati, hampir di
semua sudutnya kutemui tulisan seperti itu. Lelaki itu terdiam, cinta itu
akhirnya memilih keluar dari hati itu dan mencari hati yang baik tanpa goresan.
Lelaki itu bingung harus berbuat apa, goresan di hati itu masih akan terus
terukir sampai kapanpun. Lelaki itu kembali menjahit hatinya dan mengingkari
janjinya pada ibu peri. Hingga akhir hayatnya, ia meninggalkan hati yang penuh
goresan “ Aku menyesal pernah berada di
dalam hati ini” dan tumpukan benang dan jarum yang tak pernah patah.
Pagi yang mendung, 1 Januari
2015