Suara gemercik air masih jelas mendayu-dayu hingga
pagi ini. Puluhan anak sekolahan berlalu-lalang dengan gembiranya. Semangat
bersekolah sudah mulai meningkat di kampung halaman, tanah bugis, tanah yang
beradat. Namun, tidak dengan Ruhaya. Ruhaya masih saja duduk
dengan mengoleksi khayal yang sejak semalam ia rangkai dalam mimpi. Gadis
remaja tanah bugis ini merasa sangat bersedih. Keinginannya untuk melanjutkan
pendidikannya di kota Makassar harus
ditentang oleh Puangnya. Mereka tidak mengizinkan Ruhaya ke kota, sebab mereka
takut anaknya akan terpengaruh dengan pergaulan bebas dan akan memberikan siri’ kepada keluarganya.
“Puang, apakah keputusan itu masih bisa diubah?” Ruhaya bertanya dengan air mata yang jatuh bersamaan
dengan rintik hujan. Kampung ini memang sedang diguyur hujan yang
berkepanjangan. Matahari tak pernah nampak sejak Jumat yang lalu. Ada yang
berkata kalau hujan di hari Jumat, maka akan hujan selama tujuh hari
berturut-turut. Berbicara tentang kebenarannya, akupun tak begitu paham.
“sekali Puang bilang tidak bisa yah tidak bisa.
Percuma saja kamu merintih. Dengarkan apa kata Puangmu jika kamu ingin yang
terbaik. Tugasmu sebagai wanita adalah menjadi wanita yang pintar memasak dan
menjadi pelayan yang baik bagi suami dan anak-anakmu kelak. Tak usah bersekolah
yang tinggi-tinggi. Setinggi apapun sekolahmu, toh kamu juga akan turun ke
dapur.” Tutur Puangnya dengan tegas.
Kesedihan semakin tumbuh subur di raut wajah Ruhaya.
Keinginannya untuk bersekolah lebih tinggi sama seperti teman sekampungnya
harus berhenti seiring dengan teguran keras Puangnya.
***
Setahun berlalu dengan cepatnya, kesedihan Ruhaya
terhapus seiring berjalannya waktu. Setahun ini, ia hanya menghabiskan waktu untuk mengabdi
kepada Puangnya dan menjadi wanita yang baik sesuai kehendak Puangnya. Malang
sekali Ruhaya, bagai kasturi yang harus terkurung dalam sangkarnya. Hanya bisa
dipandang dari jauh, tak ada yang berani menyentuh bahkan sampai harus membuka
sangkarnya.
Kakak Ruhaya juga bernasib sama dengan Ruhaya, dua
orang kakaknya harus mengenyam pendidikan hanya sampai di bangku SMA saja,
selepas itu mereka langsung dinikahkan dengan lelaki yang bukan pilihan mereka.
Jika berbicara tentang perasaan kepada Puang mereka, beliau hanya berkata
bahwasanya perasaan itu bisa tumbuh seiring dengan adanya hubungan pernikahan
di antara keduanya. Tapi terbukti, bahwa kedua kakak Ruhaya masih baik-baik
saja dengan suami mereka.
Ruhaya juga akan mengalami hal yang sama dengan
dengan kakaknya. Dinikahkan tanpa dasar cinta, namun hanya berlandaskan sudah
pantaskan dui’ menre’ yang disediakan
oleh si calon mempelai pria atau tidak.
Kasturi yang malang, ia hanya bisa lepas dari
sangkar jika dui’ menre’ sudah pas di
hati Puangnya.
***
“persiapkan dirimu esok, Nak. Ada seseorang pria
yang ingin melamarmu.” Suara Puang tiba-tiba merambat dari depan pintu teras.
“apa Puang? Lamaran?” Ruhaya kaget sejadi-jadinya.
Belum juga umurnya mencapai kepala dua. Tiba-tiba ia akan menjadi calon wanita
yang akan berbadan dua. Ini di luar logika Ruhaya.
“iya” jawab puang santai.
“Puang...” panggil Ruhaya seraya mendekat ke Puangnya.
“puang, jujur aku belum siap.” Jawab Ruhaya mengiba.
“kakakmu juga punya alasan yang sama denganmu waktu
dulu, tapi buktinya meraka menjalaninya tanpa kesiapan dan lihat mereka
sekarang. Mapan dan berkecukupan untuk anak mereka. Apa kau tak mau seperti
mereka?” Puang berusaha meyakinkan keraguan Ruhaya.
Ruhaya langsung saja berlari ke kamar dengan
tersedu-sedu. Memang tak sopan meninggalkan orang tua sebelum ia selesai
berbicara. Hal itu bukan termasuk adat yang baik. Tapi Ruhaya menanggalkan itu
semua. Yang ia pikirkan hanya untuk hari esok.
Sungguh Ruhaya, si kasturi dalam sangkar yang
malang.
***
Keesokan harinya, matahari mulai menyonsong dari
timur. Semburat cahayanya menambah keriangan pakaian-pakaian basah yang sejak
seminggu lalu lembab. Tapi tidak dengan keriangan si kasturi bugis yang satu
ini, Ruhaya.
Pagi yang memikat, pukul sepuluh pagi. Lelaki yang
dikatakan Puang semalam akan segera datang. Dipersiapkanlah segala macam kue
untuk menyambut rombongan. Suara klakson mobil tiba-tiba mengagetkan
orang-orang yang sibuk menata kue.
“tamu sudah datang, cepat rapikan” suara Puang
terdengar hingga dalam kamar Ruhaya.
Seketika ruang tamu menjadi hening.
“mari silahkan duduk”
Dan dengan sendirinya tamu segera merapikan posisi
duduk mereka. Setelah itu mulailah Puang dan pihak laki-laki membicarakan
tentang dui’menre’. Lama benar
perbincangan mereka. Saling nego dan lain-lain. Hingga tiba akhirnya, tamu
pergi tanpa senyum yang begitu menggoda.
***
Peristiwa pagi tadi masih menghantui Ruhaya, tak
terbayang olehnya jika harus menjadi seorang isteri secepat itu.
“Ruhaya, sini nak !” suara Puang memanggil di depan
pintu kamar.
“iya Puang. Ada apa?” Ruhaya menjawab seadanya.
“lamaran lelaki itu tak jadi Puang terima.”
“ha? Kenapa Puang? Bukannya Puang yang bersikeras
untuk menikahkan aku dengannya?” Ruhaya sedikit tampakkan senyum.
“Dui’ menre’nya tak sesuai keinginan Puang. Kau
harus dibeli mahal, Ruhaya.”tegasnya.
“jadi Puang seperti menjadikan aku barang dagangan?”
“tidak begitu anakku. Tingginya dui’ menre’ bukan berati menjualmu layaknya barang. Siapapun boleh
melamarmu. Asalkan saja dui’ menre’nya tinggi.
Agar jika sewaktu-waktu ia berkeinginan berpisah denganmu, ia akan berpikir
kalau dulu dia mendapatkan kau dengan susah payah, tidak segampang membalikkan
telapak tangan.” Puang menjelaskan dengan serius.
“aku tak mengerti Puang. Terserah Puang sajalah. Aku
pasrah saja. Semoga yang terbaik akan menyertaiku karena restu Puang. Urusan
jodoh dan keberlangsungan hidupku, kuserahkan pada Puang. Semoga Puang
bahagia.” Ruhaya mengakhiri percakapannya.
***
Sungguh malang nasib kasturi bugis ini, terkurung
dalam sangkar yang tak kunjung terbuka karena alasan adat dan siri’. Merindukan kebebasan untuk
terbang sejauh mungkin, menikmati bahagia yang ia pilih, menemukan kasturi
jantan untuk hidup bersama dalam sangkar, tanpa adanya tekanan dui’ menre’ tanpa ada siri’, ia hanya ingin hidup dengan cinta
orang sekitarnya.
Di
malam yang suntuk. Sudiang, 11 Desember 2014
1 komentar:
ciaaa,, aku fansmu :D
Posting Komentar