Jumat, 31 Januari 2014

Tentang Rindu yang Tak Bertepi

 

 Dari hati yang selalu penuh cinta, 31 Januari 2014

Selamat malam, kekasih.
Bagaimana kabarmu malam ini?
Masihkah kamu selalu memikirkan aku dalam diam yang terselimuti rasa kecewa?
Apakah kamu masih setia menghitung bintang yang bertaburan di langit yang seakan sedang mengatur posisi membentuk senyummu malam ini?
Aku merindukan itu, senyum yang biasa membuat hati ini penuh semangat meski tak pernah terlihat  sekalipun . entah mengapa jemariku seakan tak ingin berhenti untuk menari di atas keyboard dan mataku pun betah bercengkrama dengan layar laptop ini . Tak ku tahu seberapa besar gaya gravitasi rindu ini sehingga aku seakan selalu tertarik ke pusarannya yang menggelikan hati ini kekasih. Entah mengapa rindu ini sering kali kali hadir saat aku tak mengundangnya, tak sedikit buliran air mata yang membasahi pipiku beberapa hari ini. Ku pikir kamu sudah tahu penyebab dari  rindu ini, yah itu kamu.
Seminggu yang lalu, perjanjian untuk tak mengungkitmu kembali ke dalam hidupku seakan ku ingkari kembali. Aku benci diriku ini, yang selalu berpura-pura bisa namun tak mampu tuk menopang kesedihan sendiri, tapi kamu tak perlu mengkhawatirkan itu,
“sendiri? “
Kata itu sudah biasa menemaniku.
Tahukah kamu, semalam rasanya dadaku terpenuhi oleh udara rindu yang mendesak masuk ke relung paru-paruku dan seakan tak ingin keluar lagi, rindu itu seakan ingin selalu bersamaku, berulang kali aku berusaha tuk tak peduli, namun semakin keras usahaku semakin kuat pula rindu yang ingin menyinggahiku,
Semenjak aku mengenalmu, serasa aku menjelma menjadi musisi yang perlahan menciptakan lagu demi lagu, yah walaupun aku tahu, lagu itu hanya bisa kunikmati sendiri, bagiku orang lain tak perlu tahu banyak. Jika aku sedang merindu, aku selalu memutar rekaman lagu yang menceritakanmu, mellow memang, namun entah mengapa lagu itu selalu berhasil mengantarkan aku ke dalam tidur yang lelap.
Sampai saat ini, aku masih memikirkan apa alasan Tuhanmu dan Tuhanku tak membiarkan wajah kita saling berpandangan dalam nyata,  kita saling membalas senyum satu sama lain, aku memimpikan itu, bahkan sangat mengharapnya. Jika ada orang yang menanyakanmu, apakah kamu tau apa jawaban yang selalu ku lontarkan padanya, kekasih?
Aku selalu berkata “dia adalah seseorang yang selalu berhasil membuat bahagia meski tak selalu menawarkan senyum dalam setiap pertemuan, dia adalah seseorang yang tak bisa membuatku mendua sedetikpun”
 lalu dia bertanya “apakah kamu pernah bertemu dengannya?”
aku hanya bisa menjawabnya dengan senyum. Entah berapa kali pertanyaan ini sering kudapatkan. Aku tak peduli seberapa banyak mulut yang mencibir ini, yang aku peduli kamu tetap mencinta dalam beda, dan aku tahu itu tanpa kau jelaskan, telepati hati yang memberi signal.
Perlahan tapi pasti, kamu akan terlepas dari hidupku, kamu akan tetap setia pada agamamu begitupun aku di sini, tanpa ragu ku ucapkan ini. Cinta hanya sebuah kata, namun dengan hadirnya kamu kata itu menjadi jauh lebih berarti. Aku tak tahu apa yang harus ku tuliskan jika berbicara kenangan terindah yang pernah kamu berikan, bukan karena kamu tak pernah memberikannya, namun bagiku apapun yang kamu lakukan  itu adalah kenangan terindah yang akan selalu menyelinap masuk ke hatiku.
Kekasih, aku selalu memanggilmu dengan sebutan itu. Walaupun kamu dan aku tak terikat pada hubungan apapun. Aku tak pernah bermaksud untuk mengganggumu dalam ketenangan yang berusaha kamu ciptakan dalam hidup yang jauh lebih baik lagi bersama wanita yang sama denganmu, tak seperti aku yang selalu menghinggapi kata beda. aku cukup tahu diri, aku pernah mengganggumu dalam beribadah di gereja, bukan karena telepon atau pesan singkatku. Namun mungkin kamu merasakan kiriman rindu yang terbawa oleh angin ke arah tempat ibadahmu.
Kekasih, aku tahu ini hanya tulisan konyol, aku hanya ingin melampiasakan rinduku tuk kesekian kalinya. Ku mohon jangan egois lagi dalam mencintaiku, aku juga ingin hadir di hidupmu.

Dari seseorang yang selalu menyebutmu kekasih
Yang dadanya selalu sesak karena rindu
Yang selalu jadi cibiran teman-temannya
Namun selama ini kamu tak mengerti,
 Dia rela menghabiskan air matanya,
dalam melampiaskan kerinduannya.

Minggu, 19 Januari 2014

Aku Pergi



Untuk hari yang penuh air mata, tepat dua tahun lalu air mataku tertumpah tepat di tanggal ini.
Tanggal yang penuh dengan ceria saat salah satu sahabatku berulang tahun. Hari ini aku kembali mengulangnya. Tepat dua tahun yang lalu, kabar terakhir darimu berhasil melumpuhkan hatiku sampai saat ini. Ku rasa cukup sampai di sini air mataku  terjatuh, jatuh untuk menangisimu. Menangisi setiap kenangan tak nyata yang kau suguhi kepadaku. Selamat malam tanggal 19 lelaki yang saya sayang sampai detik ini. Aku teringat pertama kali kita kenal, dan itu hanya lewat pesan singkat saja.

 Sedih rasanya bisa memiliki hatimu namun tidak untuk ragamu. Sayang, jika boleh aku curahkan semua isi hatiku, aku ingin kau perlakukan seperti wanita lain, menyapa pagiku dan memberi asupan semangat setiap saat. Memberi perhatian jika sakit sedang menimpaku, atau bahkan menelpon ku setiap malam datang walaupun itu hanya berkata selamat tidur. Seingatku kau tak pernah melakukan itu. Tapi apakah aku pernah protes untuk itu? Tidak sama sekali, aku juga bingung dengan perasaan ini.  Berangkat dari bulan pertama hingga meginjak 24 bulan yang tepat hari ini, rasa sayangku tak pernah berkurang sedikitpun, entah mengapa keabstrakanmu seakan tak pernah menjadi dinding pernghalang untukku. Aku kadang berpikir, apakah kamu hanya sekedar cerita dari temanku? Aku mencintai namamu saja.  Untuk sepenggal nama yang ku sapa dalam malam kelam berselimut awan hitam. Yang namanya selalu ku padukan dalam setiap lagu yang kuciptakan, yang cintanya selalu ku agung-agungkan di atas segalanya, yang membuat hatiku penuh sesak untuk menerima cinta lain, aku menulisnya dengan air mata. 

Hari ini semuanya telah ku pikirkan matang-matang, aku putuskan untuk berhenti mencintaimu, maaf jika bintangmu ini meninggalkan malamnya. aku tak sanggup lagi hidup tanpa perjuanganmu, aku juga ingin seperti wanita yang lain, selalu kau perjuangkan dalam setiap waktu. Aku juga ingin punya cinta yang nyata, cinta yang raganya bisa ku tunjukkan di depan sahabat ku. Bohong jika aku tak butuh cinta, aku hidup karena cinta-cinta orang yang menyayangiku, dan itu termasuk juga cinta darimu. Aku terlalu egois jika meminta kamu untuk berada di sampingku saat ini. Tuhan kita takkan pernah mengijinkan. Aku terkadang berpikir, mengapa cinta diciptakan tapi perbedaan tetap saja tak dapat disatukan oleh cinta? Sayang, hatiku penuh sesak, merangkai setiap buliran air mataku menjadi mutiara cinta yang kelak kan menyatukan kita.  Salahkah Jika alquran di tanganku dan alkitab di tanganmu itu kita satukan menjadi sebuah cinta? Ini hukum alam, yang beda tetap saja tak bisa menyatu. Untuk terakhir kalinya aku ingin menuangkan segala kesalku dalam mencintaimu. Sayang, cinta tak butuh banyak alasan untuk dapat bersatu, aku hanya mohon kepadamu cepat hubungi aku, katakan apa yang ingin kamu katakan .

Aku bosan mendengar kata cinta yang kau titip lewat telinga temanku, aku bosan akan itu ! cinta itu perlu kita perjuangkan berdua, jangan hanya satu pihak saja. Aku kadang kesal jika kamu tak punya keberanian sedikitpun untuk menyapaku, aku tak cantik tak seperti mantanmu yang lain. Yah aku sadar itu, sangat sadar malah. Aku tak punya apa-apa selain cinta yang selalu menunggumu, tak ada yang lain. Tepat dua tahun ini, aku lepaskan kamu dalam hatiku. Aku tak ingin berusaha melupakan,  biar saja waktu yang perlahan menghapuskanmu, sampai saat ini rasa itu masih ada, untuk esok, bahkan untuk 1000 tahun kemudian.

6 Tips Cinta Lama Bersemi Kembali


Tak ada sesalku dalam mencintai, terima kasih untuk cinta yang hampir 3 tahun ini, terima kasih untuk perkenalan konyol yang selalu ku ingat hingga saat ini. Ini bukan bukan kepergianku, ini hanyalah saat di mana kau biarkan hatiku sedikit kosong tuk menerima hati yang lain. Saya sayang kamu, saya selalu berharap Tuhan kita segera merestui kita, ku harap jika kita berjodoh kamu akan kembali tanpa ada kata beda. Kembalilah jika kepercayaan kita telah sama, aku menunggu namamu bersanding di dalam buku yang di sahkan oleh penghulu, aku sangat mencintaimu walaupun ragamu tak untukku, terima kasih untuk cinta yang kau berikan, aku bahagia. salam sayang dari perempuanmu !

aku tak pergi, jangan pernah berpikir akan itu
sebab aku sendiri tak sanggup untuk itu.
aku takkan jauh,
jika kau rindu,
usap dadamu, rasakan setiap detaknya.
aku selalu ada di situ, di hatimu, sayang !

Kamis, 16 Januari 2014

Jangan Biarkan Cinta Menunggu !


Suara kokok ayam dari luar rumah sukses membangunkanku dari mimpi yang seakan tak ingin ku tahu ujungnya. Senin pagi, aku bangun terlambat karena semalam aku menghabiskan waktu di depan komputer untuk menyelesaikan tugas akhir semester. Aku ke sekolah dengan kondisi yang serba mendadak, baju putih dan rok abu-abu yang belum disetrika, sepatu yang belum di semir. Perut ku pun lupa ku beri jatah makan pagi.
“semoga saja keberuntungan berpihak padaku hari ini.” Ucapku setelah sampai di parkiran motor sekolah.
Aku berjalan menyusuri koridor dekat ruangan guru, mengendap-ngendap masuk layaknya orang yang sedang mencari sesuatu. Upacara sekolah sudah dimulai, aku bingung harus ke arah mana agar bisa masuk ke arah barisan.
“mau kemana kamu?” seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku kaget dengan tegurannya. Tanpa berbalik badahn aku menjawab tanpa melihatnya.
“ii…nii Pak, mau. Mau ke toilet Pak.” Jawabku dengan nada yang gugup. Entah harus ku atur bagaimana lagi suaraku ini, dari nada do re mi fa so la si dan seakan tak ingin kembali ke do lagi. Saking gugupnya aku.
“apa katamu, Bapak? Kumis pun aku tak punya, jangan seenaknya panggil bapak-bapak kamu ini !”
“eh, maaf kak Den. Aku pikir kakak itu pak satpam sekolah.” Jawabku setelah membalikkan badan ke hadapannya.
“kamu terlambat juga yah?” tanyanya.
“iya kak, aku mau masuk ke barisan tapi bingung caranya bagaimana.”
“halah kamu ini, sini ikut aku !” dia menarik-tanganku.
Entah mengapa ada perasaan yang berbunga-bunga di hatiku, serasa hati ini sudah seperti taman yang di penuhi oleh warna bunga. Duniaku teralihkan kepada matanya. Dia Denting, kakak kelasku. Seorang cowok yang hobinya menghabiskan waktu di lapangan kecil di sekolah untuk bermain bola. Aku merasa terpikat pertama kali saat melihatnya bermain bola pada saat jam istirahat sekolah. Auranya begitu memikat. Banyak teman sekelasku yang suka padanya. Namun semuanya terpatahkan ketika aku tahu kalau kak Denting ini sudah milik kak Dena, kakak kelasku juga. Entah apa yang ku rasakan saat ini, cemburu pun aku tak bisa, dia bukan siapa-siapa ku. Tiba-tiba bunyi bel sekolah menyadarkan aku akan lamunan di barisan upacara ini.
“Cin, ayo masuk kelas ibu Jina sudah di ambang pintu kantor” panggil sahabatku yang bernama Desi.
“iya, kamu duluan aja. Aku mau ke kantin beli minuman dulu” jawabku
“ok, duluah yah, dah !”
“dah” sambil mengangkat lima jariku.
Kadang kala jatuh cinta tapi sembunyi-sembunyi itu tak ada habisnya. Menjelma sebagai seorang layaknya detektif mencari-cari setiap jejaknya di setiap sudut sekolah. Dan hanya bisa merangkulnya lewat langit biru, membiarkan hujan membasuh wajahnya dengan lembut, merangkulnya dalam doa dengan maksud agar dia menyadari bahwa ada cinta yang sedang menunggunya. Cinta itu dipilih, aku memilihnya karena hanya dia yang mampu membuatku seperti ini. Menjadi semangat ke sekolah. Cengkeraman tangannya pagi tadi seakan membuat jantungku bertambah dalam setiap ketukannya. Nafasku tak dapat ku atur, satu kata yang ingin terucap, dan itu adalah bahagia.
***
Aku memasuki kantin sekolah, suara bising mulai terdengar. Aku mendapati kak Denting dan kak Dena sedang berbicara di belakang kantin sekolah. Urat kepoku pun seketika keluar dari peradabannya. Aku menyandarkan telingaku di balik dinding, suaranya tak begitu jelas, namun kak Dena menangis. Sebagai perempuan aku tak tega melihat perempuan disakiti oleh lelaki. Aku menghampiri mereka di belakang kantin.
“kak Denting ngapain kak Dena?” jawabku seperti penyidik kasus tikus berdasi di gedung KPK.
“kamu gak usah ikut campur, ini urusan kami berdua. Dan kamu Dena, semuanya sudah cukup jelas. Lebih baik aku yang pergi” ucap kak Denting sambil menunjuk ke arahku dan kak Dena.
Aku semakin bingung dengan mereka, kak Denting pergi dan kak Dena pun ikut-ikutan pergi meninggalkanku.
“percuma aku ada di sini, kehadiranku tak menjadi jalan keluar untuk mereka berdua” aku juga ikut beranjak pergi.
***
Jam sekolah sudah selesai, riuh suara siswa di sekolah ini semakin memeriahkannya, ini adalah surganya siswa SMA, mendengar bunyi bel seperti mendengar nama sendiri disebut dalam undian berhadiah motor roda dua “ya iyalah roda dua, kalau roda tiga namanya bentor.”  Tawaku dalam hati.
Aku mengendarai sepeda motorku, motor warisan Bang Wendi yang berwarna merah tua. Namun aku merasakan ada yang aneh di bannya. Aku pun turun dan memeriksanya.
“astaga Tuhan, bannya bocor, bengkelnya juga masih jauh.” Berontakku dalam hati.
“kamu perlu bantuan?” suara ini sepertinya tak asing lagi, ternyata itu kak Denting.
“iya kak, ban ku bocor dan aku perlu tenaga untuk mendorongnya.”
“ya sudah, aku bantu.” Kak Denting turun dari motornya dan mengambil alih motorku sementara aku mengendarai motornya kea rah bengkel. Banyak sisi positif yang ku nilai dari kak Denting, selain dia adalah sosok yang penuh dengan semangat, dia juga orang tulus dalam membantu orang. Hal ini semakin menambah decak kagumku padanya. Aku sudah sampai di bengkel, sementara kak Denting belum tertangkap oleh fokus mataku. Aku menunggunya dengan sebotoln penambah cairan yang ku genggam.
“ini buat kakak” kataku sambil menyodorkannya minuman setelah dia sampai di bengkel.
“oh iya, makasih.”
“ini motornya kenapa dek” Tanya montir itu padaku, ini sama saja menghancurkan momen terindah dalam hidupku, belum puas ku tatap wajah kak Denting, tiba-tiba suaranya membuat kacau semuanya.
“itu pak, bannya bocor” jawabku
“kalau ini besok aja motornya diambil soalnya semua orang lagi antri” jelasnya.
“terus saya pulang naik apa dong , Pak?”
“nanti kamu pulang sama aku saja.” Kata kak Denting.
“tapi kak, apa tidak merepotkan? Kalau kak Dena lihat bisa mati aku ini kak”
“masalahnya kamu keberatan gak aku antar pulang?”
“ya udah kak, bener yah gak apa-apa?”
“iya” jawab kak Denting dengan mernyodorkan helm ke arahku.
***
Semenjak hari itu, kak Denting dan aku semakin akrab. Paginya sebelum ke sekolah kak Denting sudah menjemputku di depan rumah. Aku kaget dan aku baru sadar ternyata motorku masih ada di bengkel dan kak Denting sudah berjanji  untuk menolongku hingga masalah motorku selesai, dan mungkin ini bagian dari janjinya.
“ayo cepat , nanti kita terlambat” teriak kak Denting di halaman rumah. Aku hanya tersenyum dan berlari ke arahnya.
Aku sudah berhasil membuat teman sekelasku iri denganku, termasuk Desi sahabatku itu.
“kok bisa sih kamu akrab dengan kak Denting?”
“itu takdir des” jawabku sambil berlari ke arah kelas.
Hari demi hari berlalu, aku dan kak Denting seperti layaknya teman yang saling akrab satu sama lain, tak ada sekat di antara kita. Hingga pada suatu hari kak Denting mengajakku untuk makan sate depan kompleks. Aku tak punya kata tidak di dalam kamusku kalau soal ajakan makan yang ditawarkan olehnya. Seperti layaknya wanita pada umumnya, aku berdandan sebelum kak Denting datang, aku hampir saja menggunakan gaun, untung saja aku tersadar bahwa ini bukan acara makan di pesta kerajaan, ini hanya makan sate di depan kompleks.
“tintongg..tintong” suara bel rumah berbunyi
“iya tunggu kak” jawabku
Aku keluar  dari rumah, di teras rumah sudah ada kak Denting menunggu dengan sandal jepitnya. Walaupun semuanya terasa biasa saja, namun bagiku ini sudah seperti hal yang sangat luar biasa. Tanganku ditariknya menuju motor yang terparkir rapi di depan rumahku. Dia memacu kendaraannya menuju tempat dinner, lebih tepatnya penjual sate di depan kompleks.
“kak, kak Dena bagaimana kabarnya?” ucapku basa-basi padanya.
“sudah putus.” Jawabnya tegas.
“kapan kak?” tanyaku lagi
“waktu kamu ada di belakang kantin”
“oh jadi itu maksudnya, kenapa kak Dena menangis”
“kenapa diputusin?” jawabku dengan level kepo tertinggi
“dia selingkuh, puas ! kamu ini ibunya ngidam apa waktu lahir? Cerewet banget.” Kata kak Denting, hidung ku pun dicubitnya hingga merah.
Aku tak habis pikir apa yang membuat kak Dena tega menduakan kak Denting, sosok yang hampir sempurna dengan kapasitas ganteng yang melewati ambang batas ini tega diselingkuhin oleh kak Dena. Namun ini nampaknya adalah kabar baik untukku, aku bisa mewujudkan cintaku agar tak bertepuk sebelah tangan lagi. Aku tak ingin egois, cinta juga tak bisa dipaksakan antar hati manusia. Biarkan cinta yang memilih mana yang patut cinta perjuangkan.
***
Kokok ayam menjadi alarm setia setiap paginya, angin sepoi-sepoi dari ventilasi rumah menambah kemalasanku untuk beranjak dari tempat tidur. Hari minggu adalah hari untuk pelajar, aku mengecek sms di handphone. Dan ku dapati nama yang selalu ku tunggu dalam setiap harinya, Kak denting !
“minggu sore aku tunggu kamu di lapangan futsal sekolah.” Tulis kak Denting di smsnya.
Aku kegirangan hingga aku tak sadar jika spray tempat tidurku telah merosot ke bawah. Cinta tak lagi bertepi, semuanya telah kembali keperaduan. Mentari minggu menambah keceriaan, tak ada lagi semilir duka dan kecewa. Tak ada lagi tangis yang terpecah karena cinta.
***
Sore ini begitu bersahabat, sebentar lagi warna langit akan menjadi tiga, sunset di ufuk barat mulai terpandang, paronama senja kali ini benar-benar mengundang kagum, ku harap tak ada kecewa yang Sang penguasa tawarkan hari ini. Aku memacu motorku ke arah sekolah dengan semangat. Berharap kak Denting menepati janjinya, aku penasaran dengan maksudnya untuk mengajakku ke lapangan.
***
Setengah jam sudah berlalu, aku melihat jarum pendek jamku tanganku sudah segaris dengan jarum panjangnya. Pukul enam sore, kak Denting tak kunjung datang. Mungkin karena hujan gerimis itu, ataukah dia hanya mempermainkanku tentang pertemuan ini. Aku sudah lama menunggu, jika dia tak kunjung datang aku akan pulang. Cinta akan pulang jika dia tak mendapat balasan dari yang dicintanya, mungkin cintaku telah salah pilih. Aku cukup bersabar dalam menunggunya. Ku coba untuk menelponnya, namun tak ada satupun panggilanku yang terjawab olehnya. Jika hati sudah dikecewakan, apakah cinta masih tetap harus menunggu?
Malam sudah menyapa, suara jangkrik telah berirama. Mendayu dalam melodi menyambut malam. Bau tanah karena hujan masih tercium hingga menusuk masuk ke hidungku. Fokus mataku tak pernah berhasil menangkap bayang kak Denting.
“aku ini bodoh, bisa saja kak Denting menemui kembali kak Dena dan memperbaiki hubungannya. Bukannya malah menyuruhku datang kesini menunggunya” jawabku sambil meniup  a jariku agar hangat itu tercipta.
Kak denting memaksaku untuk berpikir keras, ternyata bukan kak Denting yang pantas ku nobatkan sebagai cinta, cukup sampai disini perjuanganku.
***
Hari Senin menyapa, setumpuk pekerjaan rumah sudah siap  dikumpulkan. Aku sepertinya sudah flu karena ulah kak Denting semalam.
“Cinta..Cinta..” suara kak Denting menghentikan langkahku ke kelas.
“apa kak?” jawabku sinis.
“soal semalam aku minta maaf Cin. Dena menelponku, dia sedang sakit.”
“iya kak, aku ngerti. Duluan yah” aku melempar senyum
Pernyataan kak Denting membiarkanku menjatuhkan air mata di depannya. Rasa kecewaku mulai berkecamuk. Aku benci dengan menunggu, aku benci dengan rayuan lelaki, aku benci dengan janji.
“tapi Cinta..” kak Denting menarik tanganku.
“ada yang ingin aku  katakan padamu, malam itu aku ingin menyatakan perasaanku padamu, tapi tiba-tiba Dena menelponku dan waktu itu juga handphoneku tak sengaja ketinggalan di rumah sehabis Dena menelpon . Aku sudah tak ada apa-apa lagi dengan Dena, percayalah !”  
“seharusnya kakak lebih tegas dalam hal seperti ini, tak sadarkah kakak sudah membiarkan cinta menunggu hingga malam. Dengan harapan kakak akan datang tepat waktu namun nyatanya.”  Jawabku
“kamu jangan marah, masa hanya hal sekecil ini kamu marah sih Cin?
“apa kakak bilang? Kecil? Kakak jangan sekali-kali meremehkan hal kecil , karena hal sekecil apapun itu bisa mengajarkan kita banyak tentang cinta. Harusnya kakak lebih memperhatikan itu.”  Tuturku
“intinya, aku minta jawaban kamu sekarang Cinta !”
“aku kecewa dengan kakak , satu pesanku ‘ jangan biarkan cinta yang lain menunggu !’ “ ucapku sambil berlari menuju kelas.

Kak Denting mengajariku banyak hal, mungkin aku tak cinta tapi hanya sebatas kagumku. Kak Dena lebih membutuhkan kak Denting dibanding aku. Cinta akan selalu datang tepat waktu, bukan saat dimana kita perlu. Bukan tidak mungkin kita sibuk mengejar cinta yang tak Tuhan ijinkan untuk kita, kita terlalu egois untuk itu. Cinta bukan keegoisan, namun lebih kepada saling mengerti dan memberi harapan yang pasti, agar Cinta tak lagi menunggu lebih lama.

cinta ada bukan untuk ditunggu,
bukan untuk kau biarkan meneteskan air mata,
bukan juga untuk bertahan pada harapan palsu,
tapi cinta ada karena dia berharap menjadi cinta yang selalu kau nanti

Sabtu, 04 Januari 2014

Jombloku sayang Jombloku Malang




Aku masih berlindung di bawah kolong langit, langit mendung yang menawarkan dingin tak berhangat. Sudah lama rasanya aku hidup dalam kesendirian, sejak dia pergi meninggalkanku karena alasan yang cukup jelas, karena aku terlalu protektif terhadapnya. Aku menganggap ini sangat tak adil, perhatianku dianggap sebagai benalu yang perlahan mengusik ketenangan hidupnya. Entahlah, bagiku itu hanya cerita lama. Gerimis yang perlahan menjelma menjadi hujan lebat membuatku berteduh di bawah halte. Aku hanya terdiam duduk menunggu angkutan umum untuk pulang ke rumah. Dari jarak tak begitu jauh, aku melihat laki-laki bertubuh tegak dengan kumis tipisnya mengarah ke tempat dudukku. Sontak aku langsung memberinya ruang di sampingku untuk duduk. Dari jauh dia lambaikan tangannya sambil tersenyum. Aku juga membalas senyumnya dengan senyum terindahku.
“kamu sudah lama menunggu?” kata lelaki itu sambil mengusap wajahnya yang ditumpuki oleh air hujan.
“nggak, aku juga baru saja sampai di sini.” Jawab seorang perempuan di belakangku.
aku berbalik arah, “sial, ternyata dari tadi pandangan lelaki itu tak tertuju padaku, tapi pada perempuan yang ada di belakangku” kesalku dalam hati. Entah mengapa semenjak putus, tingkat ke-Pd-an ku kepada lawan jenis semakin bertambah, “apa mungkin ini karena pengaruh tak tahan jomblo?” tanyaku pada selembar kertas bertulis lowongan kerja yang ku genggam.
“pip..pipp” suara angkot bercat biru muda itu mulai mendekati halte secara perlahan, lajunya semakin lambat dan berhenti tepat di hadapanku. Aku langsung saja naik ke angkot itu.
Aku semakin jenuh dengan status kesendirianku, awalnya aku merasa bebas dengan statusku yang baru ini. Tapi seiring berjalannya waktu, aku semakin tak tahan. Belunggu dalam diri semakin mengikat, aku juga ingin kembali merasakan mendapat perhatian lebih dari pacar. Namun sekarang aku hanya bisa diam menyaksikan kebahagian sederhana yang temanku pertontonkan ibarat FTV.
 “auuuu..sakit”  teriakku dalam angkot. Angkot ini tiba-tiba saja berhenti. Kepalaku berhasil tercium oleh pinggiran pintu angkot. Tiba-tiba saja seorang lelaki muda, berkemeja biru tua duduk di sampingku tanpa permisi. Aku merasakan getaran yang membuatku salah tingkah. Sapu tanganku jatuh tepat di bawah kakinya. Lelaki itu menatapku lalu mengambil sapu tangan yang ada di kakinya. Kemudian secara perlahan dia sodorkan ke arahku. Aku hanya tersenyum sambil berkata “makasih yah”. “iya sama-sama.” Balas lelaki itu. Ini benar-benar di luar dugaanku, aku merasa suaranya melemahkan sendi lututku seketika. Aku sudah lama tak merasakan rasa deg-degan seperti ini.
“bang, kiri bang !” kataku !
aku berjalan turun dari angkot, sebelum turun aku sempatkan untuk memberikan senyum termanis kepada lelaki itu. Kejadian hari ini sangatlah luar biasa. Bunga yang layu kembali mekar. Seperti itulah yang ku rasakan. Keesokan harinya aku bertemu lagi dengan lelaki itu dalam satu angkot. Dia menyapaku “hai, kamu lagi.”. ii..yaaa” aku hanya tersenyum. Kami bercengkrama layaknya seseorang yang sudah sangat akrab. Perlahan tapi pasti, dia mulai menunjukkan sikap rasa sukanya padaku. Pin BBku menjadi saksinya, aku di invitenya. Sejak hari itu pria yang bernama Yoga benar-benar menjelma menjadi romeo dalam hidupku. Menawarkan kebahagiaan yang sangat ku dambakan dari dulu, entah mengapa aku merasa menjadi sosok yang sempurna jika berada di dekatnya, Mas Yogaku. Aku mengenalkannya dengan Ibu, awalnya mas Yoga menolak, tapi karena desakanku akhirnya mas Yoga mengatakan iya.
“ayo masuk mas, gak usah sungkan. Anggap aja rumah sendiri tapi jangan dijual yah” uangkapku dengan nada bercanda.
“ini siapa Gina?” Tanya mama kepadaku.
“ini Yoga, mah. Gebetan  aku.”
“oh, baru gebetan.  Yang benar saja usia kalian sangat berbeda jauh."
“iya mah, dia guru honor. Aku suka sama dia. Sejak kehadirannya aku merasa ada yang berbeda dariku. Mas yoga berhasil membuat semuanya menjadi jauh lebih berarti.
“mama gak setuju Gin, kamu bentar lagi mau ujian. Mama Cuma ingin kamu fokus untuk itu. Tak ada pacar-pacaran. Selesaikan sekolahmu dulu.” Kata mama.
“tapikan mah.”
“gak ada tapi-tapian. Yoga kamu bisa pulang sekarang”
“mamah kok kasar gitu?”
“kamu masuk kamar, sekarang !” ucap mama dengan nada yang lantang.
Aku merasa mama tak adil dalam hal ini, karena alasan ujian dia membiarkanku kehilangan mas Yoga. Sejak insiden itu, kontak BBManku di hapus oleh mas Yoga. “Ku pikir mas Yoga sudah terlanjur kecewa padaku.” Tangisku meluap tak ada henti karena itu.


tak layakkah anak kecil merasakan rasa sebesar rasa cinta?
apakah hanya orang dewasa yang bisa?
aku pun ingin merasakannya kembali.

Gajah Madha Itu yang Ku Mau




“aku hanya menjadi perantaramu untuk sahabatku” ucapnya dengan enteng.
“apa katamu? Jadi Rio yang mencintaiku? Bukan kamu?” aku bertanya dengan gamblangnya.
“tentu bukan aku, ibarat sebuah sumur dan timba, aku hanyalah katrol diantaranya.”
Perlahan tapi pasti, senyummu di batas kota seakan memperjelas langkah hati, ku kira kau telah menjadikanku dermaga hatimu, aku hampir saja terporosot masuk dalam lubang harapan palsu. Kau membawaku ke puncak kejayaan, lalu menjatuhkanku perlahan seperti histeria di ancol itu. Dan sekarang tiba-tiba kau menyapa memberi kejelasan. Apakah kau seperti Gajah Madha dalam kerajaan itu yang memberikan kejayaan tapi posisinya sebagai perantara?  Kau berhasil menjadikan seluruh hatiku bersemi dalam satu musim dan membuatnya hancur dalam satu musim jua. Sekarang Hayam Wuruk itu biasa ku panggil Rio. Temanmu yang ingin kau sandingkan denganku, ku pikir itu kamu, ternyata Tuhan punya kehendak lain. Segala sesuatunya telah ku pasrahkan, ku biarkan buliran air mata mengalir di sungai derita yang kau ciptakan. Bermain bersama ikan kecil yang tak berdosa. Aku hanya bisa memeluk derita, karenamu yang tak kunjung memberiku cinta, Gajah Madhaku. Kau malah berbalik menawarkan cinta bersama Hayam Wuruk yang terpaksa ku cinta karena bayanganmu yang selalu hinggap pada dirinya. Kamu bukan dia !

untuk cinta yang selalu salah sasaran
hingga hati turut merasakan buaian
beransur menjelma menjadi kekecewaan !

Takkan Ada Ragu Menyertai Doamu, Ibu !





Matahari masih sibuk menyinari bumi, cahayanya mulai masuk ke dalam rumah. Menembus kulit kering ibu yang masih sibuk mengerjakan pekerjaannya. Seraya membasuh keringat yang bermuara di sekitar wajahnya, ibu bertanya mengenai pengumuman seleksi masuk perguruan tinggi yang dua hari lagi akan diumumkan, aku pesimis dengan hasil yang akan ku dapatkan nanti. “pengumumannya masih dua hari lagi bu.” Ucapku sambil menatap wajahnya yang setengah merintih dalam letih. Aku takut mengecewakan ibu, segala upaya dan usaha telah ia lakukan untukku melanjutkan sekolah ke tingkat SMA dulu, sekarang dia rela menjual jamu keliling kompleks untuk persiapan kuliahku.
“kamu harus yakin nak, ibu sudah punya persiapan untukmu kuliah.” Katanya sambil mengusap kepalaku. Dan aku hanya bisa memalsukan senyumanku.
aku tahu ibu hanya berusaha menghibur hatiku, ibu juga pasti tahu kemampuan akademikku, untuk lulus ujian nasional saja, aku merasa itu keajaiban dari doa tahajjud ibu. Aku tahu ibu menjual jamu, dan hasilnya juga tak seberapa.
Sehari menuju pengumuman, entah mengapa malam itu mataku tak ingin terlelap sedetik pun. Dari balik dinding kamar, aku mendengar tangisan ibu. Kamarku dan kamar ibu hanya berbatas tripleks. Bagiku tinggal di rumah kontrakan yang amat sederhana ini merupakan rejeki yang luar biasa dari Tuhan, jadi tak sepantasnya aku mengeluh. Aku mengingat potongan ayat surah Ar-Rahman yang terjemahannya “maka nikmatTuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”  Aku melangkahkan kaki menuju pintu kamar ibu, disana ku lihat dengan jelas ibu bersujud di atas sajadah tua sambil meneteskan air mata, haruku tiba-tiba meluap, aku duduk di belakang ibu sembari menunggunya selesai shalat tahajjud. Dalam doanya, ku dengar namaku terselip diantara hitungan doa yang ia panjatkan kepada sang pencipta. Ku lihat jemarinya gemetar, aku tak sanggup melihatnya. Dengan mukenah putih kekuningan, ibu mengadu pada sang khalik, seakan ia meminta harap agar aku lulus pada pilihan yang tepat. Sebelum ibu mengucapkan amin, aku berlari merebahkan tubuhku di atas kasur yang tua itu, aku memalingkan wajahku dari arah dinding kamar ibu, tak ada yang bisa ku lakukan, selain berharap semoga Tuhan menjamah doa wanita yang memiliki surga di bawah terlapak kakinya itu.
***
Hari ini pengumuman seleksi masuk perguruan tinggi, hatiku seakan tak kuasa menahan tangis ketika mencari namaku diantara sederet nama yang sudah lulus.
“kemana namaku?” ucapku dalam hati.
aku tak melihat namaku ada di Koran itu. Aku menunggu ibu pulang dari berjualan jamu. Aku tak tahu bagaimana cara menjelaskannya pada ibu bahwa anaknya yang otak pas-pasan ini tak mampu lulus masuk perguruan tinggi.
“assalamualaikum” suara ibu dari balik pintu masuk.
“iya, waakaikumsalam.” Aku menjawab salam ibu dan mencium tangannya.
“bu aku tak lulus, maafkan aku.” Ucapku sambil meneteskan air mata.
Ibu hanya tersenyum manis padaku, meski dari balik senyumnya ia menyimpan kecewa.
“tidak apa-apa nak, rencana Tuhan itu adalah rencana yang baik. Kamu jangan bersedih, besok ada pendaftaran lagi kan? Kamu harus coba jalur itu. Ibu masih punya uang untuk biaya formulirnya.” Kata ibu dengan penuh semangat.
Aku paham betul, di dalam dompet ibu tinggal tersisa selembar uang seratus ribuan. Sedangkan biaya formulirnya 75 ribu. “Kalau uangnya di pakai untuk biaya formulir, terus aku, ibu, dan adik-adik akan makan apa selama seminggu ini? Sementara taraf hidup di kota ini sangatlah tinggi.” Aku berkata dalam hatiku.
“kamu jangan khawatir, ibu masih punya uang.” Ibu menepuk pundakku.
Esoknya, aku mengambil formulir itu dan ku bayar dengan uang yang ibu punya. Ujiannya pun sekitar seminggu lagi. Aku mempersiapkan diriku untuk ini, dengan sejuta asa dan doa, aku berusaha untuk bisa lulus pada jalur ini.
“Sebentar lagi aku akan tes bu, aku minta doa ibu” aku tersenyum sambil berbaring di atas pangkuan ibu.
“tanpa kau minta pun, ibu akan selalu mendoakanmu, berharap kesuksesanmu akan membawa berkah untuk keluarga kita.”
“iya bu, aku akan berusaha.” Aku berdiri dan segera tidur karena esok aku akan ujian.
Malam itu aku tak bisa tidur, aku melihat wajah adik-adikku, aku merasa tanggung jawab besar ada di tanganku. Ku dengar lantunan doa ibu dari balik dinding mulai berkumandang lagi. Kali ini aku tak berada di belakang ibu lagi, aku hanya menyandarkan telingaku dari balik dinding, ku dengar ibu berkata “tak ada yang bisa ku lakukan lagi, aku sudah berupaya untuk biaya sekolah anakku. Aku hanya ingin engkau lancarkan urusan anakku, semuanya ku serahkan padamu.”. aku menangis dari balik dinding, ibu begitu menyimpan harapan yang sangat besar, ku berharap Tuhan menjamah doa ibuku kali ini.
                                                                                ***
Esoknya, ujian berjalan dengan lancar. Meski aku ragu pada hasilku namun semuanya telah ku perjuangkan. “bagaimana ujianmu nal?” Tanya ibu sesampaiku di rumah.
“Alhamdulillah, lancar bu. Semuanya juga berkat ibu.” Aku tersenyum.
Dua minggu lagi pengumumannya, aku hanya bisa membantu ibu mengurusi jamunya sambil menunggu pengumuman itu tiba.
Sehari sebelum pengumuman, aku mendengar ibu berdoa dalam shalat isyanya. Dengan penuh kedalaman dalam menghayati doa, ibu selalu bermunajat pada Tuhan untuk meluruskan jalanku. Tak ada bosannya ibu untuk melantunkan doa itu.
 “Tuhan apakah engkau tak bosan dengan doa ibuku yang tak satupun engkau jamah?” aku berkata dari balik pintu ibu.
“kamu sedang apa di situ?” ibu membangunkanku dari lamunan.
“aku sedang memikirkan pengumumanku bu”
“jangan khawatir, Tuhan selalu menyertaimu. Tidurlah nak” Kata ibu.
Aku bergegas untuk tidur sesuai dengan perintah ibu. Aku berharap semoga ada keajaiban yang terjadi esok hari. 
***
Esok harinya, dengan hati yang penuh harap, ku buka lembaran Koran. Ku cari namaku, “aku dapat..aku lulus bu, aku lulus” teriakku dari kamar.
“apa nak? Kamu lulus? Alhamdulillah” ibu meneteskan air mata dan memelukku dengan penuh kasih.
Percayalah nak, Tuhan takkan membiarkan hambanya berlarut dalam kesedihan. Belajarlah dengan baik. Banggakan ibu dengan prestasimu.
“aku hanya bisa mencium tangan ibu, seakan tak ingin melepaskannya.”
Tuhan selalu punya rencana, karena doa wanita yang hebat ini Tuhan memberikanku bahagia yang sangat berharga dari apapun. 

untuk ibu yang selalu memberi kasih.
aku anakmu, sangatlah mengasihimu !