Matahari masih sibuk menyinari bumi, cahayanya mulai masuk ke dalam rumah. Menembus kulit kering ibu yang masih
sibuk mengerjakan pekerjaannya. Seraya membasuh
keringat yang bermuara di sekitar wajahnya, ibu bertanya mengenai pengumuman
seleksi masuk perguruan tinggi yang dua hari lagi akan diumumkan, aku pesimis
dengan hasil yang akan ku dapatkan nanti. “pengumumannya masih dua hari lagi
bu.” Ucapku sambil menatap wajahnya yang setengah merintih dalam letih. Aku
takut mengecewakan ibu, segala upaya dan usaha telah ia lakukan untukku
melanjutkan sekolah ke tingkat SMA dulu, sekarang dia rela menjual jamu
keliling kompleks untuk persiapan kuliahku.
“kamu harus yakin nak, ibu sudah punya persiapan untukmu kuliah.” Katanya sambil mengusap kepalaku. Dan aku hanya bisa memalsukan senyumanku.
aku tahu ibu hanya berusaha menghibur hatiku, ibu juga pasti tahu kemampuan akademikku, untuk lulus ujian nasional saja, aku merasa itu keajaiban dari doa tahajjud ibu. Aku tahu ibu menjual jamu, dan hasilnya juga tak seberapa.
“kamu harus yakin nak, ibu sudah punya persiapan untukmu kuliah.” Katanya sambil mengusap kepalaku. Dan aku hanya bisa memalsukan senyumanku.
aku tahu ibu hanya berusaha menghibur hatiku, ibu juga pasti tahu kemampuan akademikku, untuk lulus ujian nasional saja, aku merasa itu keajaiban dari doa tahajjud ibu. Aku tahu ibu menjual jamu, dan hasilnya juga tak seberapa.
Sehari
menuju pengumuman, entah mengapa malam itu mataku tak ingin terlelap sedetik
pun. Dari balik dinding kamar, aku mendengar tangisan ibu. Kamarku dan kamar
ibu hanya berbatas tripleks. Bagiku tinggal di rumah kontrakan yang amat
sederhana ini merupakan rejeki yang luar biasa dari Tuhan, jadi tak sepantasnya
aku mengeluh. Aku mengingat potongan ayat surah Ar-Rahman yang terjemahannya
“maka nikmatTuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” Aku melangkahkan kaki menuju pintu kamar ibu,
disana ku lihat dengan jelas ibu bersujud di atas sajadah tua sambil meneteskan
air mata, haruku tiba-tiba meluap, aku duduk di belakang ibu sembari
menunggunya selesai shalat tahajjud. Dalam doanya, ku dengar namaku terselip
diantara hitungan doa yang ia panjatkan kepada sang pencipta. Ku lihat
jemarinya gemetar, aku tak sanggup melihatnya. Dengan mukenah putih kekuningan,
ibu mengadu pada sang khalik, seakan ia meminta harap agar aku lulus pada
pilihan yang tepat. Sebelum ibu mengucapkan amin, aku berlari merebahkan
tubuhku di atas kasur yang tua itu, aku memalingkan wajahku dari arah dinding
kamar ibu, tak ada yang bisa ku lakukan, selain berharap semoga Tuhan menjamah
doa wanita yang memiliki surga di bawah terlapak kakinya itu.
***
Hari
ini pengumuman seleksi masuk perguruan tinggi, hatiku seakan tak kuasa menahan
tangis ketika mencari namaku diantara sederet nama yang sudah lulus.
“kemana namaku?” ucapku dalam hati.
aku tak melihat namaku ada di Koran itu. Aku menunggu ibu pulang dari berjualan jamu. Aku tak tahu bagaimana cara menjelaskannya pada ibu bahwa anaknya yang otak pas-pasan ini tak mampu lulus masuk perguruan tinggi.
“kemana namaku?” ucapku dalam hati.
aku tak melihat namaku ada di Koran itu. Aku menunggu ibu pulang dari berjualan jamu. Aku tak tahu bagaimana cara menjelaskannya pada ibu bahwa anaknya yang otak pas-pasan ini tak mampu lulus masuk perguruan tinggi.
“assalamualaikum”
suara ibu dari balik pintu masuk.
“iya,
waakaikumsalam.” Aku menjawab salam ibu dan mencium tangannya.
“bu
aku tak lulus, maafkan aku.” Ucapku sambil meneteskan air mata.
Ibu
hanya tersenyum manis padaku, meski dari balik senyumnya ia menyimpan kecewa.
“tidak
apa-apa nak, rencana Tuhan itu adalah rencana yang baik. Kamu jangan bersedih,
besok ada pendaftaran lagi kan? Kamu harus coba jalur itu. Ibu masih punya uang
untuk biaya formulirnya.” Kata ibu dengan penuh semangat.
Aku
paham betul, di dalam dompet ibu tinggal tersisa selembar uang seratus ribuan.
Sedangkan biaya formulirnya 75 ribu. “Kalau uangnya di pakai untuk biaya
formulir, terus aku, ibu, dan adik-adik akan makan apa selama seminggu ini?
Sementara taraf hidup di kota ini sangatlah tinggi.” Aku berkata dalam hatiku.
“kamu
jangan khawatir, ibu masih punya uang.” Ibu menepuk pundakku.
Esoknya,
aku mengambil formulir itu dan ku bayar dengan uang yang ibu punya. Ujiannya
pun sekitar seminggu lagi. Aku mempersiapkan diriku untuk ini, dengan sejuta
asa dan doa, aku berusaha untuk bisa lulus pada jalur ini.
“Sebentar
lagi aku akan tes bu, aku minta doa ibu” aku tersenyum sambil berbaring di atas
pangkuan ibu.
“tanpa
kau minta pun, ibu akan selalu mendoakanmu, berharap kesuksesanmu akan membawa
berkah untuk keluarga kita.”
“iya
bu, aku akan berusaha.” Aku berdiri dan segera tidur karena esok aku akan
ujian.
Malam
itu aku tak bisa tidur, aku melihat wajah adik-adikku, aku merasa tanggung
jawab besar ada di tanganku. Ku dengar lantunan doa ibu dari balik dinding
mulai berkumandang lagi. Kali ini aku tak berada di belakang ibu lagi, aku
hanya menyandarkan telingaku dari balik dinding, ku dengar ibu berkata “tak ada
yang bisa ku lakukan lagi, aku sudah berupaya untuk biaya sekolah anakku. Aku
hanya ingin engkau lancarkan urusan anakku, semuanya ku serahkan padamu.”. aku
menangis dari balik dinding, ibu begitu menyimpan harapan yang sangat besar, ku
berharap Tuhan menjamah doa ibuku kali ini.
***
Esoknya,
ujian berjalan dengan lancar. Meski aku ragu pada hasilku namun semuanya telah
ku perjuangkan. “bagaimana ujianmu nal?” Tanya ibu sesampaiku di rumah.
“Alhamdulillah,
lancar bu. Semuanya juga berkat ibu.” Aku tersenyum.
Dua
minggu lagi pengumumannya, aku hanya bisa membantu ibu mengurusi jamunya sambil
menunggu pengumuman itu tiba.
Sehari
sebelum pengumuman, aku mendengar ibu berdoa dalam shalat isyanya. Dengan penuh
kedalaman dalam menghayati doa, ibu selalu bermunajat pada Tuhan untuk
meluruskan jalanku. Tak ada bosannya ibu untuk melantunkan doa itu.
“Tuhan apakah engkau tak bosan dengan doa
ibuku yang tak satupun engkau jamah?” aku berkata dari balik pintu ibu.
“kamu sedang apa di situ?” ibu membangunkanku dari lamunan.
“kamu sedang apa di situ?” ibu membangunkanku dari lamunan.
“aku
sedang memikirkan pengumumanku bu”
“jangan
khawatir, Tuhan selalu menyertaimu. Tidurlah nak” Kata ibu.
Aku
bergegas untuk tidur sesuai dengan perintah ibu. Aku berharap semoga ada
keajaiban yang terjadi esok hari.
***
Esok
harinya, dengan hati yang penuh harap, ku buka lembaran Koran. Ku cari namaku,
“aku dapat..aku lulus bu, aku lulus” teriakku dari kamar.
“apa
nak? Kamu lulus? Alhamdulillah” ibu meneteskan air mata dan memelukku dengan
penuh kasih.
Percayalah
nak, Tuhan takkan membiarkan hambanya berlarut dalam kesedihan. Belajarlah
dengan baik. Banggakan ibu dengan prestasimu.
“aku
hanya bisa mencium tangan ibu, seakan tak ingin melepaskannya.”
Tuhan
selalu punya rencana, karena doa wanita yang hebat ini Tuhan memberikanku
bahagia yang sangat berharga dari apapun.
untuk ibu yang selalu memberi kasih.
aku anakmu, sangatlah mengasihimu !
0 komentar:
Posting Komentar