Senin, 11 November 2013

Dari Balik senja di Sungai Itu





“kamu dimana, vin?”
“dikampus.”
“sampai jam berapa kamu ngampusya?”
“jam 11”
Pesan singkat ini yang sering kamu lontar kepadaku, jika aku bertanya kabar dan keadaan kamu sekarang bagaimana, kamu hanya membalasnya dengan balasan yang singkat. Aku cukup sadar diri, bahwa kamu sedang tak ingin diganggu. “aku mengerti” sudah berapa kali kata ini selalu ku ucap ketika aku mendapat pesan yang balasannya sangat singkat darimu. Tepat sebulan yang lalu, hubungan kita baru saja menginjak angka 24 bulan, yah 2 tahun lamanya. Aku semakin meneguhkan hatiku kepadamu, aku berharap kamu menjadi tujuan hidupku yang sejati. Namun sekarang kamu berubah 360 derajat dari sebelumnya, aku kembali mengenang awal kamu pendekatan denganku, saat itu statusmu masih sebagai gebetan, tiap pagi aku selalu mendengar klakson motor bebekmu di depan rumahku, dengan sigap aku keluar rumah jika mendengar itu, kamu laksana magnet yang membuatku terus tertarik berada dekatmu, awal tahun ajaran baru kamu semakin meyakinkan aku akan keseriusanmu. Saat itu suara handphoneku berdering, ada pesan singkat yang masuk. Dalam hati aku berharap itu pesan dari Kevin. Mataku seolah tertarik menatap layar handphone itu.
“Kevin” teriakku dari dalam kelas, semua mata menatapku dengan tajam seolah-olah aku sedang melakukan sebuah kesalahan yang besar.
“Vera, kamu ada waktu sehabis pulang sekolah?” pesan singkat dari Kevin
“ada vin, memangnya kenapa?” jawabku di pesan itu.
“aku mau mengajak kamu jalan ke suatu tempat”
“kemana?” balasku lagi
“rahasia, pulang sekolah aku tunggu di gerbang sekolah yah, sampai jumpa”. Kevin mematikan pesan singkat itu dengan kata sampai jumpa.
Bel sekolah berbunyi, pertanda kehidupan disini akan segera berakhir. Aku bosan dan jenuh dengan tugas yang tak kunjung putus. “akhirnya pulang” ucapku ketika bel telah selesai berbunyi.

Aku harus segera menemui kevin di gerbang sekolah, dari jauh aku telah melihatnya bersama motor bebek yang setia terparkir di depan rumahku setiap pagi hari.
“hai vin” aku menepuk pundak Kevin dari belakang.
“hai, ver” dia menatapku dengan antusias. Tiba-tiba kevin menarik tanganku dan menggandengku ke arah motornya.
“silahkan naik” ucap Kevin dengan nuansa romantis di hadapanku. Aku segera naik dan Kevin pun menarik gas motornya menuju suatu tempat yang ia rahasiakan. Dengan ragu aku memegang pinggangnya karena takut jatuh. Nuansa seperti ini yang selalu dia tawarkan tiap kali bersamaku. Senyumnya membuatku lebih semangat hingga hari ini, apa yang ia katakan setiap bertemu denganku bagaikan asupan energi untukku hidup lebih lama lagi dan itu dengannya.
aku dan Kevin telah sampai di tempat itu, taman kota yang sangat indah dihiasi bunga-bunga yang berbaris rapi laksana prajurit perang yang sedang berbaris, aku turun dari motor dan Kevin menutup mataku dan menuntunku menuju sungai dekat taman.

Disana dia berlutut di hadapanku sembari berkata “aku mengajakmu kesini karena aku mencintaimu, aku menyayangimu sejak awal masuk sekolah. Senyummu yang membuat aku jatuh kedalam gelombang cintamu, aku sadar aku bukan pujangga yang mampu merangkai kata-kata indah untukmu, namun aku hanya seorang Kevin yang sangat mencintaimu karena kesederhanaan yang kamu punya, apakah kamu ingin menjadi pelengkap tulang rusukku yang selama ini telah hilang dan tak ku tahu dimana berada, tapi itu dulu, sekarang aku menyadari tulang rusuk itu kini ada di hadapanku, apakah kamu mau menjadi rumahku? Tempat dimana aku selalu ingin kembali saat aku telah lelah.” Ucap Kevin dengan penuh keseriusan.
aku bingung ingin menjawab apa, kata yang dilontarkan Kevin tadi sudah cukup membuat hatiku luluh, sendiku seketika melemah. Ku tatap matanya sambil mengangkat pundakknya agar dia berdiri tepat dihadapanku, saat itu aku menatap dengan tajam matanya, aku merasa ada kehidupan di dalam sana, dan aku ingin hidup di dalamnya. Aku menjawab “iya, aku mau”. Kevin kembali menatapku dan mengusap rambutku dengan mesra.  Saat itu aku sangat bahagia, jika ada yang berkata Paris adalah tempat terindah di dunia, namun bagiku berada disamping Kevin adalah tempat yang amat terindah, karena bersamanyalah aku mampu memaknai cinta dan kehidupan yang sesungguhnya, aku berterima kasih kepada Tuhan karena telah mengijinkan ragaku berada di samping Kevin.

***
Peristiwa itu terjadi dua tahun yang lalu, namun sekarang sepertinya tempat tulang rusukku itu sudah merasa tak nyaman melekatkan tulang rusukku di dadanya, “kemana Kevin yang dulu?” ucapku di tepi sungai tempat dia menyatakan rasa cintanya kepadaku, aku meneteskan air mata. Setetes rasanya sudah sangat membuatku jatuh perlahan, dua tetes, tiga tetes, dan akupun tak mampu membendung semuanya, tangisku tumpah ruah seketika menambah volume air sungai itu. Aku merasa telah benar-benar kehilangan mata yang membuatku merasakan kehidupan di dalamnya,” apakah dia tak menganggapku sebagai rumah lagi? Tempat dimana dia ingin selalu kembali” kataku sambil mengusap aliran air mata di kedua pipi ini. Aku tak menyangka di usia hubunganku yang menginjak tahun kedua ini,Kevin berubah dan aku tak mampu menerima itu.
Saat aku merasa tak sanggup untuk menahan segala kepedihan yang tak berujung ini, aku memutuskan untuk melepaskannya, melepas mata yang membuat hidupku terang selama dua tahun ini. Aku mengumpulkan nyaliku untuk mengirim pesan singkat yang berbunyi “aku ingin ketemu, di tempat jadian kita, jika kamu tak datang aku anggap hubungan kita cukup sampai disini saja” aku menghela nafasku yang tertahan pada saat aku mengirim pesan itu. Sehabis pulang sekolah aku langsung saja ke taman kota, taman yang dulunya adalah taman yang sangat indah namun sekarang menjadi taman yang penuh dengan duka di mataku. Aku duduk di tepi sungai berlapiskan daun pisang sambil menunggu Kevin datang, ku tatap jam tangan di tangan kiriku, waktu menunjukkan pukul empat sore, namun jejak langkahnya tak kunjung ku dapati. Aku tak ingin mengirim pesan lagi kepadanya, aku merasa sudah cukup merendahkan diri di hadapannya, aku tak mau terlIhat sebagai wanita yang meronta berharap belas kasihan dari Kevin.
tiba-tiba petir yang disusul hujan deras mengguyur seluruh tanaman dan juga aku yang berada di taman ini, “Kevin tak datang” ucapku sambil menggosok-gosokkan kedua telapak tanganku agar merasa lebih hangat, aku berteduhkan pohon pinus yang masih berdiri kokoh, pohon ini cukup melindungiku dari serangan hujan yang tak ku tahu akan datang. Air mataku terjatuh lagi, “sudah cukup sampai disini” kataku sambil berusaha tegar menghadapi semua. Kevin tak benar-benar menemuiku. aku pamit Kevin, aku bukanlah rumah yang menjadi tempat kembalimu, aku berharap ada rumah yang lebih membuatmu nyaman dari pada aku. Hujan mulai berhenti meneteskan air dari langit, pelangi mulai menunjukkan warna-warna kehidupan. Aku membereskan semuanya, hati dan perasaan ini aku ku kubur dalam-dalam, kini ku putuskan untuk pulang,aku dengannya benar-benar telah berakhir.
***
Aku memutuskan untuk melepasnya, setelah seminggu yang lalu aku basah kuyup menunggu Kevin datang untuk memberiku kejelasan, cueknya membuatku benar-benar frustasi. Inilah penyesalanku yang mendalam tentang Kevin. Air mata ini akan terus menetes, hingga kevin tak lagi kembali menemani hati yang sepi ini, setelah pengabaian yang Kevin lakukan, aku masih saja berpikir untuk menghubunginya kembali, “BODOH, ini sudah cukup Vera, kamu bisa menjalani hidup tanpa dia. Tanpa mata yang membuatmu merasa hidup lebih lama. Ada jutaan mata yang menunggumu di luar sana.” Kataku berusaha menyemangatkan diri sendiri. Sebulan, dua bulan, lalu bulan-bulan selanjutnya, kabar tentang kevin benar-benar hilang di telan bumi.

“Vera, pacarmu jalan dengan cewek lain” suara miko mengagetkanku dari belakang.
“siapa?, Kevin?”
“iya, siapa lagi”
“dia mantanku, bukan pacarku lagi”
“oh begitu” miko meninggalkanku sambil menyuguhkan senyum kecut dari bibirnya.Ternyata Kevin telah melabuhkan hatinya kepada wanita lain, ini menjadi cambukan perih buat hatiku. Inilah balasan dari kesetiaan dan kesabaran yang ku tunjukkan dalam menghadapinya selama sebulan terakhir ini, dia benar-benar pergi. Cinta pertamaku di SMA meninggalkan cerita yang sangat pedih.

***
Sudah setengah tahun peristiwa pengabaian itu, aku tak bisa melupakannya, aku hanya berusaha tak mengingatnya lebih dalam lagi. Aku ke taman hari itu, bukan untuk kembali flashback tentang Kevin, aku hanya mencari suasana yang lebih nyaman lagi selain dirumah. Aku berjalan mengelilingi taman, tiba-tiba ada tangan yang mengagetkanku, “vera...”. aku membalikkan badan dan ternyata itu Kevin. Mataku berlari kesana kemari, apa yang harus ku lakukan? 
“Hai vin” ucapku dihadapnya.
“apa yang kamu lakukan disini?”
“aku hanya ingin mencari suasana yang lebih fresh, itu saja”
“kamu apa kabar?” tanya kevin sambil menatap mataku, namun anehnya aku tak melihat kehidupan lagi dimatanya.
“baik, sangat baik ketika kamu benar-benar pergi” jawabku dengan nada sindiran.
“soaalll itu, a...k..uuu” jawab kevin terbata-bata.
“sudahlah, aku mengerti” aku memotong perkataan kevin.
Kenapa aku harus bertemu lagi dengannya, sudah lama aku berusaha menghindarinya, namun sialku kenapa hari ini aku harus berjumpa dengannya lagi? Ini sama saja mematikan rasaku seketika. Ini tak mudah bagiku, aku seakan tak mampu bernafas dan tegak berdiri di hadapannya, sakit seketika menghujam jantung ini, untuk melawan semua rasa cinta . Jika dia muncul lagi ini sama saja mematikan usahaku untuk berpindah hati. Aku ingin Kevin pergi lagi agar tak ada luka yang membekas lebih dalam lagi, luka yang dia ciptakan mulai kering namun kenapa dia kembali mengusik luka yang telah ku tenangkan dalam diam ini.

“aku minta maaf akan hal itu” kata kevin sambil memegang tanganku.
“kamu kemana saja? Kamu tahu tidak, setahun yang lalu aku menunggu disini ditemani hujan yang seakan mengusirku dari taman ini, namun aku tetap bertahan menunggu kamu datang vin. Kenapa baru sekarang? Kenapa?” tanyaku dengan tangisan.
“aku salah Ver, aku yang salah.
“memang kamu yang salah” kataku sambil melepaskan genggaman tangan Kevin dari tanganku.
“aku pergi, dan tidak akan pernah kembali untukmu” ucapku dengan tegas.
Ini tak mudah bagiku, untuk menghentikan segala khayalan gila ini. Kevin ada dan aku hanya bisa meradang, dan membenci Kevin yang baru mengerti perasaaku saat ini, pergi dan menghilanglah lagi vin, cukup air mataku ini sudah kau teteskan. Berkali-kali kamu berkata cinta namun tak kunjung kau buktikan, aku cukup tahu diri tak selamanya berhasil untuk pindah pada mata yang memberi kehidupan yang lebih bahagia lagi. Aku pergi tapi tak untuk kembali. aku cukup bahagia melihat kamu bahagia, kamu baik-baik saja bagiku itu sudah membuat hatiku lega, hari ini tepat bersama senja yang terpancar dari sisi barat sungai, aku mengakhiri kisah ini bersama langit yang berusaha mengganti warnanya, ku harap kamu juga akan terganti dan Tuhan akan mengirimkan mata yang lebih memperjuangkan aku, tak seperti kamu yang selalu menawarkan pengabaian berujung tangisan.


                                                                                         Pengabaian yang berujung tangis,
                                                                                         aku pergi bersama senja di sore ini,
                                                                                         selamat tinggal masa lalu.

0 komentar:

Posting Komentar