aku mencoba kembali mengetik huruf demi huruf untuk merangkai
kata “selamat malam sayang”, namun rasanya semua begitu sulit. aku
sontak tak kuasa menahan air mataku jatuh membasahi bantal kesayanganku.
aku baru saja ingin mengirim pesan singkat itu, tapi gejolak di hati
kembali merenungkan itu, aku takut pesanku kamu abaikan. aku tahu
sekarang kamu telah sibuk dengan rutinitas barumu.
***
kalau aku boleh kembali mengungkit masa lalu kita, aku ingin meminta pertanggung jawaban dari kata-katamu yang berkata kamu melakukan ini untuk aku, untuk masa depan depan kita. entahlah, Tuhan punya rencana apa tentang kita, tentang cinta kita, atau bahkan tentang perpisahan kita?, oh tidak ! aku kembali mengucek mataku dan segera terbangun dari khayalan terbodohku.
dua hari sudah aku setia menatap layar handphoneku, berharap pesanmu segera datang, aku rindu dengan perhatian kecilmu yang membuat hatiku luluh pertama kali di pelukanmu. namun semuanya terasa asing, entah itu kamu, ataupun perhatianmu.
aku membuka jendela kamarku, malam ini begitu dingin di selimuti rasa rindu yang menggebu di dalam hati, aku termenung sembari bertanya dalam hati kecilku, Tuhan apakah dia merasakan apa yang aku rasakan?, rasa yang selama ini membuat dadaku sesak untuk memikirkannya, dia sudah mengabaikanku. hal ini semakin memperkuat hatiku untuk berpikir bahwa kamu telah mendua.
semenjak itu, aku mulai berlomba dengan terkaanku, kamu dan aku dalam satu kota namun tak ada sedikitpun niatmu untuk menemuiku, jangankan untuk itu, mengabariku saja rasanya itu tak mungkin.
hal ini yang ku tunggu sejak seminggu yang lalu, kamu mengirim pesan singkat untukku, kamu hanya menanyakan kabarku,
ha? hanya kabar katamu?
coba kamu tanya hati ini, betapa tersiksanya dia tanpa kabarmu tanpa perhatianmu, dulu aku terbiasa dengan hal itu, namun sekarang? apakah kamu ingin mengajariku untuk tak terbiasa.?
“aku begini untuk masa depan kita, untuk mengumpulkan mahar tuk mempersuntingmu di depan ibu bapakmu” itu katamu
***
saat itu aku hanya bisa terdiam, aku sadar niatmu begitu baik, namun sayang, salahmu salah !
“aku terlalu sibuk untuk mengerjakan kewajibanku disini, percayalah sayang, tak ada waktuku untuk menduakanmu, percayalah aku kan selalu ada disini, walaupun dalam kejauhan, namun yakinlah doaku kan selalu mendekapmu di kala sunyi, sepi, gelisah yang sedang menghantuimu”
***
tiba-tiba dia begitu puitis, aku tak kuasa menahan tangisku. aku menghargai kerja kerasmu untukku, aku pun mulai mengerti itu.
malam ini kamu memberi kejelasan kemana hatiku akan ku labuhkan, dan kamu tahu? aku akan tetap menjadikan hatimu sebagai dermaga tempat hatiku kan berlabuh, cepat pulang dan kembali, aku disini menunggu dengan harapan yang penuh cinta.
***
kalau aku boleh kembali mengungkit masa lalu kita, aku ingin meminta pertanggung jawaban dari kata-katamu yang berkata kamu melakukan ini untuk aku, untuk masa depan depan kita. entahlah, Tuhan punya rencana apa tentang kita, tentang cinta kita, atau bahkan tentang perpisahan kita?, oh tidak ! aku kembali mengucek mataku dan segera terbangun dari khayalan terbodohku.
dua hari sudah aku setia menatap layar handphoneku, berharap pesanmu segera datang, aku rindu dengan perhatian kecilmu yang membuat hatiku luluh pertama kali di pelukanmu. namun semuanya terasa asing, entah itu kamu, ataupun perhatianmu.
aku membuka jendela kamarku, malam ini begitu dingin di selimuti rasa rindu yang menggebu di dalam hati, aku termenung sembari bertanya dalam hati kecilku, Tuhan apakah dia merasakan apa yang aku rasakan?, rasa yang selama ini membuat dadaku sesak untuk memikirkannya, dia sudah mengabaikanku. hal ini semakin memperkuat hatiku untuk berpikir bahwa kamu telah mendua.
semenjak itu, aku mulai berlomba dengan terkaanku, kamu dan aku dalam satu kota namun tak ada sedikitpun niatmu untuk menemuiku, jangankan untuk itu, mengabariku saja rasanya itu tak mungkin.
hal ini yang ku tunggu sejak seminggu yang lalu, kamu mengirim pesan singkat untukku, kamu hanya menanyakan kabarku,
ha? hanya kabar katamu?
coba kamu tanya hati ini, betapa tersiksanya dia tanpa kabarmu tanpa perhatianmu, dulu aku terbiasa dengan hal itu, namun sekarang? apakah kamu ingin mengajariku untuk tak terbiasa.?
“aku begini untuk masa depan kita, untuk mengumpulkan mahar tuk mempersuntingmu di depan ibu bapakmu” itu katamu
***
saat itu aku hanya bisa terdiam, aku sadar niatmu begitu baik, namun sayang, salahmu salah !
“aku terlalu sibuk untuk mengerjakan kewajibanku disini, percayalah sayang, tak ada waktuku untuk menduakanmu, percayalah aku kan selalu ada disini, walaupun dalam kejauhan, namun yakinlah doaku kan selalu mendekapmu di kala sunyi, sepi, gelisah yang sedang menghantuimu”
***
tiba-tiba dia begitu puitis, aku tak kuasa menahan tangisku. aku menghargai kerja kerasmu untukku, aku pun mulai mengerti itu.
malam ini kamu memberi kejelasan kemana hatiku akan ku labuhkan, dan kamu tahu? aku akan tetap menjadikan hatimu sebagai dermaga tempat hatiku kan berlabuh, cepat pulang dan kembali, aku disini menunggu dengan harapan yang penuh cinta.
dari perempuan yang selalu menunggu kabarmu
di setiap detik dalam hitungan waktu hidupku,
aku merindukanmu dalam dinginnya malam yang membelenggu…
di setiap detik dalam hitungan waktu hidupku,
aku merindukanmu dalam dinginnya malam yang membelenggu…
0 komentar:
Posting Komentar